Site Loader
D'Botanica (BTC) Mall. P01/01. Pasteur, Bandung.

Untuk membaca bagian 1, silakan klik disini.

2. Selalu mengambil inisiatif untuk menyelesaikan konflik.
Tidak soal apakah kita pihak yang dirugikan atau merugikan, korban ataupun pelaku. Tuhan mau kita berinisiatif menyelesaikan konflik. Jangan tunggu pihak lain.

Saat disakiti pasangan, kita juga yang harus memulai inisiatif menyelesaikan konflik. Susah tidak? So pasti susah karena menyangkut gengsi. Jadi, apa ini cuma teori? Tentu tidak! Karena Tuhan menuntut demikian.

Sebab itu, jika engkau mempersembahkan persembahanmu di atas mezbah dan engkau teringat akan sesuatu yang ada dalam hati saudaramu terhadap engkau, tinggalkanlah persembahanmu di depan mezbah itu dan pergilah berdamai dahulu dengan saudaramu, lalu kembali untuk mempersembahkan persembahanmu itu. Mat. 5:23.

Saat teringat konflik, jangan beri persembahan pada Tuhan. Bereskan dulu dengan pasangan, baru persembahan kita diterima oleh-Nya.

Sesungguhnya orang bodoh dibunuh oleh sakit hati. Ayub 5:2.

Konflik yang disimpan dalam hati sungguh adalah kebodohan karena manusia bisa dibunuh sakit hatinya. Daripada sakit hati terus dan terus kesal lebih baik aktif saja menyelesaikannya,“Boleh tidak saya bicara padamu sekarang untuk menyelesaikan keributan tadi?”

Sedapat-dapatnya bila hal itu bergantung kepadamu hiduplah dalam perdamaian dengan semua orang. Roma 12:18

Tidak mudah menjalankan firman ini. Seringkali ego nan tinggi begitu menguasai sehingga sulit mengakui bahwa kita juga ada andil. Memang sangat sukar bila sama-sama merasa tidak bersalah! Akhirnya konflik tidak selesai-selesai karena saling menunggu.

Jika Anda benar memahami dan mau mengaku salah duluan. Datang pada istri,”Sayang, maafin saya ya…Saya yang salah tadi.”

Tapi kemudian istri cuek saja. Bagaimana tuh para suami, kalau isteri berespon negatif?

Wah…kita harus kembali ke step 1. Berdoa, supaya ada perubahan hati dari panas ke dingin. Walaupun ditolak tetap rendah hati.

Keberhasilan penyelesaian konflik sangat dipengaruhi oleh pemilihan tempat dan waktu yang tepat. Jangan selesaikan saat pasangan letih. Seyogyanya bisa ditunda untuk mencari waktu yang lebih baik, ketimbang makin ngomong makin ga karuan.

Jika waktunya belum ada, yang disakiti dapat memberikan clue,” Saya punya masalah…(isi sendiri)…Tadi saya merasa tidak nyaman dengan konflik tersebut, kapan kamu ada waktu membicarakannya?” Pertanyaan diajukan dengan sopan dan lemah lembut, pasti dia akan menjawab,”Ada dong waktu buat kamu.”

3. Perhatikan perasaannya.
Ini harus diperhatikan para pria. Prinsip yang harus digunakan: Pakai telinga lebih dari mulut. Lebih banyak dengar daripada bicara. “Saat saya membicarakan hal penting dengan seseorang, saya mendengar dua kali lebih banyak daripada yang saya katakan,” begitulah Abraham Lincoln, Presiden Amerika ke 16 memberi nasehat bagi kita semua.

Daud berkata, “Ketika hatiku merasa pahit dan buah pinggangku menusuk-nusuk rasanya, aku dungu dan tidak mengerti, seperti hewan aku di dekat-Mu.” Mazmur 73: 21 -22.

Orang yang pahit dan kesal, dideskripsikan seperti hewan. Hilang akal budi. Kalau kita diminta mendengarkan orang yang hilang akal budi, pasti pusing tujuh keliling. Orang yang sedang marah memang dungu mirip hewan. Pentinglah kita menguasai diri supaya tidak ikut-ikutan dungu.

Bagaimana mendengar dengan baik?

Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri; dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga. Filipi 2: 3b-4.

Memperhatikan dalam bahasa Yunaninya Scopos artinya Telescope atau Microscope.

Intinya adalah memperhatikan atau memfokuskan pada satu hal. Tanpa mikroskop, bakteri yang sangat kecil tidak akan kelihatan. Prinsipnya, memperhatikan. Bukan hanya mendengarkan.
Memperhatikan membutuhkan konsentrasi, tenaga dan energi untuk melihat secara detil. Sering kita mendengar tanpa memperhatikan. Mendengar sambil baca koran, mendengar sambil nonton TV, mendengar sambil ketiduran.

Tidak mudah memperhatikan perasaan pasangan yang sedang marah. Perasaaan itu irasional, bila meledak bisa menuduh-nuduh. ”Kamu sih! Gara-gara kamu, ini semua terjadi.” Sudah memperhatikan, eh…eh…disalah-salahin lagi. Aduh… Cape deh.

(bersambung)

Pdt. Chang Khui Fa
Passionate Marriage Mentor

Post Author: admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *