Perkenalan Buku Garam & Terang bagi Keluarga
Masih ingatkah Anda akan janji nikah yang pernah diucapkan? ”Saya bersedia mempertahankan pernikahan seumur hidup.” Demikianlah sepenggal janji nikah tersebut.
Sebagai anak-anak Tuhan, di hadapan Tuhan dan jemaat-Nya, suami-isteri berjanji untuk bersedia sehidup semati. Mereka juga berikrar untuk tetap bersama dalam keadaan senang maupun susah, sehat maupun sakit, bahagia dan tidak bahagia. Bahkan, berjanji untuk saling setia terkecuali maut yang memisahkan.
Tidak tanggung-tanggung, ucapan ini merupakan komitmen seumur hidup, seperti dinyatakan Tuhan Yesus Kristus, “Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.”[1]
”Wah, pertama kali masuk dan menuju Altar, perasaannya bercampur-aduk. Ada senangnya dan ada juga takutnya,” kenang Liana sambil tersenyum simpul mengingat saat-saat pernikahan yang mendebarkan. Kami menikah tanggal 18 Mei 2000. Saat itu Liana baru berusia 22 tahun, kami berbeda 5 tahun.
”Senang! Sebab mendapat pasangan hidup yang sesuai dengan kehendak Tuhan. Terlebih, dia adalah seseorang yang saya cintai. Kalau takutnya, yah karena ini kan komitmen seumur hidup dimana komitmen ini tidak bisa diabaikan begitu saja. Misalnya, setelah menikah tiga tahun lalu berkata: ”Ah, tidak jadi deh karena tahu-tahu pasangan itu menyebalkan,” tambahnya dengan mimik serius.
Hampir semua pasangan merasakan perasaan yang dahsyat ini saat mengucapkan janji nikah. “Iya, saya bersedia.” Ada kegentaran, ada sukacita, ada api yang membara, ada bunga-bunga cinta yang bertebaran. Ah, semuanya bercampur aduk menjadi sebuah kenikmatan.
Tetapi heran sekali, sewaktu tahun demi tahun berlalu, perasaan cintapun ikut berlalu. Apa yang terjadi? Kemana cinta itu pergi?
Beberapa data yang kami temukan memuat fakta-fakta yang mengejutkan:
- Sebuah riset di Amerika menyatakan dari 100 pasang yang sudah menikah 20 tahun, cuma 5 pasang happy, Sedikit sekali! Rupanya banyak orang tidak enjoy terhadap pernikahan mereka. Bertolak belakang dengan Firman Tuhan, seharusnya kita menikmati, tetapi realitasnya hanya 5% yang berbahagia.
- Angka perceraian di Jakarta telah meningkat 15 % dari 2001-2002. Anehnya, setengah dari angka perceraian itu diusahakan dari pihak isteri. Kenapa wanita kok jadi nekat? Kemungkinan karena sudah mahir bekerja, sukses mendapatkan sumber keuangan, mampu membahagiakan diri sendiri, lalu merasa berhak memecat suami. Dahulu kebahagiaan sangat tergantung suami, sekarang isteri mendepak suami karena emansipasi tapi kelewatan.
Di Tokyo, Jepang malah ada School of Divorce. Sekolah yang secara khusus mengajarkan 50 cara menceraikan pasangan dengan baik-baik, tujuannya supaya tidak sakit hati. Tapi, mana ada sih perceraian yang tidak bikin sakit hati?
Memang, perjalanan pernikahan seringkali membuat kita tertatih-tatih. Ada gunung tinggi, lembah yang dalam, gurun tandus, padang rumput yang segar, lautan ganas dan berombak tenang, ada daratan yang tidak bertepi. Banyak yang sudah mencapai garis finish dengan membawa api cinta yang tetap membara. Yang lain finish juga tapi apinya sudah lama padam (baca: tidak menikmati pernikahan). Sisanya sedang berjuang, namun terputus di tengah jalan. Menyerah.
Saya mencoba mengamati dan mempelajari, apa yang sesungguhnya terjadi? Bagaimana dan upaya apa yang harus dilakukan supaya berhasil mencapai garis akhir dengan api cinta yang tetap membara?
Apa yang sebenarnya Tuhan lihat baik dalam sebuah pernikahan?
Tuhan Allah berfirman: “Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia.”[2]
Manusia dilihat Tuhan ‘tidak baik’ sendirian, karenanya manusia harus menikah. Apakah dengan menikah, manusia lebih baik? Begitulah menurut kacamata Tuhan. Tetapi, pernikahan ini adalah pernikahan monogami yang sekali seumur hidup sampai maut memisahkan.
Perintah ini ternyata mendapatkan pengesahan dari sebuah riset di Amerika. Jika gagal mempertahankan pernikahan pertama, maka tingkat kegagalan pernikahan kedua 60%. Jika bercerai dan menikah lagi ketiga kalinya, tingkat kegagalan naik menjadi 87% dalam waktu lima tahun. Kalau nekat bercerai dan menikah lagi keempat kalinya, maka persentase kegagalan meroket menjadi 93%! Orang yang menikah, bercerai, menikah kembali dan bercerai lagi ternyata berujung kepada kehancuran.
Kenapa orang menikah, bercerai mau menikah lagi? Tentu karena adanya suatu kebutuhan dan keyakinan bahwa kebahagiaan itu masih digali dari relasi dalam keluarga dengan orang terdekat.
Pernikahan hanya sekali seumur hidup. Pernikahan pertamalah yang paling banyak memberikan benefit bagi pasutri dan anak-anak. Janji Nikah yang sekali seumur hidup harus dipertahankan dengan berbagai upaya.
Demikian juga kamu, hai suami-suami, hiduplah bijaksana dengan isterimu, sebagai kaum yang lebih lemah! Hormatilah mereka sebagai TEMAN pewaris dari kasih karunia, yaitu kehidupan, supaya doamu jangan terhalang.[3]
Mari kita perhatikan kata TEMAN, artinya suami isteri adalah teman, yang akrab, dekat dan intim. Kalau ribut melulu maka Tuhan memberi peringatan: Doamu bisa terhalang.
Nikmatilah hidup dengan isteri yang kaukasihi seumur hidupmu yang sia-sia, yang dikaruniakan TUHAN kepadamu di bawah matahari, karena itulah bahagianmu dalam hidup dan dalam usaha yang engkau lakukan dengan jerih payah di bawah matahari.[4]
Dalam perjalanan pernikahan, kita mempunyai seorang teman yang mengiringi, bersamanya kita menikmati perjalanan nan panjang ini.
Berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dan Firman Tuhan sebagai jawabannya, Akhirnya, sampailah kita dalam satu kesimpulan. Apa yang Tuhan lihat baik adalah manusia menikmati pernikahan dengan menjadikan pasangannya sebagai teman karib.
Keunikan Buku Garam & Terang bagi Keluarga
Timeless, Transparent & Transform
Keunikannya T3: Timeless, Transparent & Transform.
Timeless: Firman Tuhan yang bersifat kekal menjadi pegangan di dalam dunia yang penuh gejolak. Itulah sumber kebenaran dan kekuatan kita untuk mampu menghadapi hidup ini.
Transparent: Kami mau mencoba tulus, jujur, dan terbuka. Dalam pernikahan banyak hal sulit dilaksanakan. Kamipun pernah jatuh dan gagal. Kami mau mensharingkan kehidupan kami kepada setiap pembaca. Tujuannya agar kita semua boleh merasakan, kendati gagal tetap ada kesempatan untuk maju. Kami pernah jatuh, tapi bangun lagi dengan bersandar pada Tuhan.
Transform: Berubah! Bersama Tuhan, tiada jalan buntu! Melalui Firman dan Transparent (baca: jujur atas segala kelemahan), selalu terbuka pengharapan baru. Tentunya melalui pernikahan Tuhan akan berkarya membuat pembaharuan demi pembaharuan. Akhirnya, terciptalah maha karya indah dan dapat dinikmati oleh Anda sendiri, pasangan, dan anak-anak, serta keluarga-keluarga sekitar Anda umumnya.
Visi dan Misi
Visi: Menciptakan indahnya dan nikmatnya hidup berkeluarga. Saya melihat banyak suami isteri (setiap pembaca) akhirnya memaksimalkan kemampuan menikmati hubungan dalam keluarga. Tidak berhenti sampai disitu, yang bergumul dengan hiruk pikuknya problematika keluarga juga dipulihkan sempurna. Ujungnya, terjadi rekonsiliasi yang indah dalam keluarga.
Misi: Memberikan wawasan, pandangan dan cara pikir yang utuh sehingga Anda berhikmat dalam mengatasi dinamika kehidupan pernikahan. Melaluinya Anda akan sampai pada kenikmatan relasi suami isteri dan anak-anak.
Buku ini diutamakan bagi siapapun yang rindu rumah tangganya menjadi tempat yang nyaman dan kondusif untuk bertumbuh. Setiap anggota keluarga menikmati keberadaan mereka satu sama lain. Pasangan suami isteri yang masih gres, maupun yang sudah berumur, tidak ada kata terlambat untuk pembaharuan, terlebih muda-mudi yang sedang mereguk indahnya pacaran dan ingin menikah.
G A R A M & T E R A N G
Semua yang tertuang dalam buku ini merupakan hasil pergumulan yang terkristalisasi melalui buku-buku pernikahan, bahan-bahan kuliah di Reformed Evangelical Seminary Indonesia dan survey data dari internet. Tentunya, dikaitkan kehidupan pernikahan kami sendiri serta interaksi dengan para pendengar sewaktu siaran I Do: GARAM & TERANG disiarkan melalui Radio Pelita Kasih Jakarta dan Radio Maestro Bandung. Ratusan SMS pemirsa sungguh membuat hati saya sedih karena menyingkapkan kepahitan kehidupan keluarga.
Buku ini bukanlah karya ilmiah yang memerlukan referensi-referensi tertulis, tapi merupakan sharing yang penulisannya menggunakan bahasa sehari-hari supaya para pembaca dapat mengunyah renyah dan enak setiap halamannya.
Nama-nama tokoh dalam buku ini tidak lain adalah saya: Chang Khui Fa sebagai Suami dan Kepala Keluarga, Liana sebagai Isteri dan Penolong saya yang setia. Ditambah Jostein Adams sebagai Putra sulung, Joylynne Adams sebagai Putri tengah, dan Joshen Adams sebagai si Bungsu. Nama-nama mereka seringkali menjadi contoh nyata dalam buku ini.
Jadi, Buku GARAM & TERANG bagi KELUARGA lahir dari sebuah semangat guna mengembalikan keindahan, kegairahan dan kenikmatan pernikahan. Doa kami, setelah Anda menyantap buku ini, niscaya pernikahan Anda dipakai Tuhan untuk menggarami dan menerangi dunia tempat Anda dengan dahsyat!
Melalui pernikahan, Tuhan berkarya menjadikannya Garam dan Terang bagi dunia. Untuk merealisasikannya Anda harus memperlengkapi diri dengan GARAM & TERANG bagi Keluarga.
Bab dalam buku ini mengikuti akronim G A R A M & T E R A N G:
- God as The Foundation of Marriage. Tuhan sebagai Fondasi Pernikahan. Jikalau bukan Tuhan yang membangun rumah maka sia-sialah usaha orang yang membangunnya.[5]
Pernikahan bukan hanya usaha manusia tetapi anugerah Tuhan. Tuhan sebagai Fondasi menjadi Bab Pertama karena fondasi adalah sesuatu yang sangat penting. Rumah yang dibangun untuk bertahan ribuan tahun pasti membangun fondasinya lama sekali. Tuhan sebagai fondasi rumah tangga mengawali buku ini.
- Able to Communicate. Mahir Berkomunikasi. Menurut riset, alasan nomor satu mengapa pernikahan gagal adalah karena suami dan isteri tidak mampu berkomunikasi (poor communication). Suami isteri kalau bicara tidak nyambung, bawaannya marah melulu, atau saling menyakiti. Komunikasi Anda akan meningkat setelah menyantap bab ini.
- Resolving Conflict. Suami isteri memiliki kiat-kiat menyelesaikan konflik yang timbul dalam rumah tangga. Kalau diselesaikan, pasti tambah intim!
- Adventure of Living. Suami isteri menciptakan waktu senggang dengan petualangan bersama Tuhan. Seringkali mereka berkata,”Kami sudah bosan dengan pernikahan ini.” Rupanya kurang adventure (bertualang). Tuhan menciptakan dunia begitu limpah. Warna-warni saja tidak terhitung, minimal 36 warna. Jika dunia sangat bervariasi mengapa bisa bosan hidup? Pasti kurang adventure. Bab ini menyingkapkan bagaimana suami isteri dapat mengisi kehidupan pernikahan dengan petualangan seru bersama Tuhan, akhirnya kehidupan bergairah kembali.
- Merciful Heart. Pengampunan perlu hati yang berbelas kasihan. Suami isteri saling mengampuni karena Tuhan Yesus berkata,”Ampunilah musuhmu 70 kali 7 kali.” Bukan untuk dihitung: 490 kali. Tapi memberi pengampunan yang tiada batas. Bagaimana caranya? Seringkali kita sudah sakit hati, tetapi Tuhan memerintahkan untuk mengampuni. Step-step pengampunan akan disingkapkan dengan jelas. Peace!
- Trust Between Husband & Wife. Terbentuknya saling percaya antara suami isteri. Kita akan membahas apa saja dimensi Trust. Jika terbentuk niscaya suami isteri dapat tumbuh bersandar satu sama lain. Berat sekali jika suami atau isteri kehilangan rasa percaya. Trust adalah salah satu komponen paling penting dalam pernikahan.
- Emotional Maturity. Kematangan Emosi. Kalau anak kecil menikah, wah bahaya karena belum matang, ujung-ujungnya bisa hancur. Jika seorang dewasa masih berjiwa anak kecil (childish) sama bahayanya! Kita akan membahas tahapan perkembangan emosi menuju kematangan sejati yang cocok untuk pernikahan.
- Romance in Marriage. Keindahan Gairah Cinta Suami Isteri. Bab ini menguliti seluk beluk romance dengan detil. Apa rahasia mengundang state of feeling, gairah cinta di tengah pernikahan yang sudah berjalan bertahun-tahun? Siapkanlah diri Anda dibakar api cinta!
- Adaptability & Flexibility. Cakap Mengatasi Perubahan. Jika menjadi orang yang kaku dengan aturan-aturan yang dibawa dari masa lalu…Dari papa mama yang telah membentuk selama 20 tahun lebih, lalu dibawa masuk ke dalam rumah baru, plus tidak cakap beradaptasi dan fleksibel, maka siap-siaplah membuat pernikahan menderita.
Anda akan dipaksa mengikuti aturannya. Kamu harus menjadi Aku. Kalau sudah banyak HARUS, pernikahan jadi sakit. Pernikahan seperti ini akan menghasilkan insecurity bagi salah satu pihak. Bagaimana mengatasinya?
- Not Egocentric. Tidak Egois. Manusia naturnya mau menang sendiri. Bab ini membahas melalui pernikahan, ego kita diturunkan sedikit demi sedikit. Akhirnya, dapat saling berbagi dan mengasihi di dalam keluarga.
- Growing Personally. Memaksimalkan Pertumbuhan Pribadi. Dalam pernikahan, isteri tidak dikungkung hanya seperti pembantu rumah tangga, mencuci, mengepel dan lain-lain. Tetapi suami isteri bertumbuh di dalam tahapan kepribadian yang selevel dan selalu ada dalam tahapan perkembangan yang setara.
Saya yakin, setiap pasutri pasti dapat menjadi GARAM & TERANG bagi Keluarga. GARAM & TERANG niscaya memperkaya kehidupan keluarga karena sekaligus menjadi bab-bab penting dalam buku ini. Jika dihayati dan dijalankan dengan pertolongan Tuhan, pastilah setiap pembaca akan menikmati pernikahan yang berkelimpahan!
Makan dulu sebelum bekerja. Doa dulu sebelum membaca.
Shalom!
[1] Matius 19: 6
[2] Kejadian 2:18
[3] 1 Petrus 3: 7
[4] Pengkotbah 9: 9
[5] Mazmur 127: 1