Bab 5
Merciful Heart
Hati yang Berbelas Kasihan
Bersyukurlah jika Anda sudah menikah. Mengapa? Riset menyatakan, sembilan dari sepuluh orang di dunia memilih menikah setidaknya satu kali seumur hidupnya. Kenapa demikian? Dengan menikah mereka berharap bisa hidup bahagia selamanya. Seperti cerita-cerita dongeng pengantar tidur Beauty and The Beast. Sayangnya, itu bukanlah realita sesungguhnya. Yang tidak terungkap adalah hampir 50% orang yang menikah berujung pada perceraian. Baik kelihatan maupun yang diam-diam. Mengapa? Sederhana saja: Kalau sudah tidak bahagia, buat apa mempertahankan? Sama aja boong. Apa sebenarnya tujuan pernikahan jika bukan kebahagiaan? Bukankah Tuhan ingin kita bahagia? Betul, Tuhan sumber kebahagiaan. Pastilah Tuhan mau kita mereguknya. Tapi tujuan pernikahan Kristen bukanlah kebahagiaan. Itu hanyalah akibat karena mentaati firman Tuhan. 1. Definisi Mercy Tuhan memiliki satu rencana yang agung agar kita berjalan ke satu tujuan yakni menyerupai Kristus. Serupa Kristus. Maksudnya? Memiliki karakter-karakter Tuhan. Satu lagi karakter yang akan kita kupas bersama, Mercy. Melalui pernikahan kita dilatih mengembangkan Merciful Heart. Dengan demikian, bukan dendam, keinginan membalas atau kutuk yang menguasai. Tapi apa daya, sebagai manusia berdosa yang lemah. Begitu pasangan salah, tangan langsung menunjuk-nunjuk dengan mata melotot,”Ini salah! Itu salah!” Selalu orang lain salah, dirinya saja yang benar. Itulah pernikahan yang sudah dicemari dosa. Jika Tuhan membuat pernikahan sebagai mahakarya yang indah. Manusia ikut-ikutan dalam beragam bentuk kesenian. Zaman dulu ada seorang pelukis terkenal bernama Michael Angelo. Lukisannya sangat indah dan dikagumi orang-orang sezamannya. Apa yang terjadi kemudian? Begitu melewati abad berikutnya, warna lukisannya memudar, tiada nampak lagi warna-warni cerah. Yang tersisa hanyalah kesuraman, karena sudah tertutup debu, kotoran dan dimakan waktu. Begitulah pernikahan, mirip-mirip. Kalau sudah dimakan dosa sisanya hanya kesuraman belaka. Akhirnya suami isteri sepakat berpikir,”Buat apa melanjutkan jika saya tidak bahagia?” Benarkah demikian? Pernikahan adalah proses menuju serupa Kristus. Proses ini membuat warna-warni cerah bersinar kembali. Ibarat lukisan, dibersihkan oleh Tuhan. Jelas ada hal yang membuat kita tidak bahagia sewaktu keberdosaan dibuang. Misalnya dulu marah-marah suka mengumpat, bicara kasar melampiaskan emosi sampai pasangan sakit hati, sekarang harus mengerem emosinya. Jika Anda tekun dibersihkan maka pernikahan Anda akan cerah meriah bertumbuh!Pembersihan memerlukan Merciful Heart di kedua belah pihak. Agar pahitnya hati karena berbagai kesalahan, tapi tetap kuat mengampuni pasangan. Bahkan makin bersinar karenanya.Mari kita tinjau lebih dalam. Mercy tidak muncul dalam satu pemahaman saja. Setelah diterjemahkan memberikan beberapa arti:Panjang sabar dan berlimpah kasih setia (merciful). Sebenarnya pernikahan dirancang oleh Tuhan sebagai maha karya yang sangat indah, seyogyanya kita belajar langsung dari-Nya. Tuhan juga mau berelasi dengan kita. Terlebih Dia mengasihi kita. Melalui-Nya kita belajar panjang sabar dan berlimpah kasih setia pada pasangan. Belas kasihan: Kamu yang dahulu bukan umat Allah tapi sekarang menjadi umat-Nya, yang dahulu tidak dikasihani, tapi sekarang telah beroleh belas kasihan. Once you are not the people, but now you are the people of God, once you have not received mercy, but now you have received mercy”. Tuhan Yesus mengecam orang Farisi, “Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab persepuluhan dari selasih, adas manis dan jintan kamu bayar, tapi yang terpenting dalam hukum Taurat kamu abaikan, yaitu: keadilan dan belas kasihan dan kesetiaan. Yang satu harus dilakukan dan yang lain jangan diabaikan. Kembali mercy berarti belas kasihan. Juga Yakobus menyatakan, ”Sebab penghakiman atas orang yang tidak berbelas kasihan akan berlaku atas orang yang tidak berbelas kasihan, tapi belas kasihan akan menang atas penghakiman.” Rahmat yang besar. Rasul Petrus memakai istilah mercy yang bernuansa lain. ”Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus yang karena rahmat-Nya yang besar telah melahirkan kita kembali oleh kebangkitan Yesus Kristus dari antara orang mati, kepada suatu hidup yang penuh pengharapan”. Mercy disini berarti rahmat yang besar. Murah hati. Lukas menuliskan, “Be merciful just as your Father is merciful.” “Hendaklah kamu murah hati sama seperti Bapamu murah hati.“ Kesimpulannya adalah: Terbukanya pengampunan Tuhan kepada orang berdosa melalui sifat Allah yang merciful. Panjang sabar, berlimpah kasih setia, penuh belas kasihan dan rahmat. Karena itulah, Dia tidak pernah menutup tangan-Nya. Dalam Mazmur ada kalimat luar biasa yang harus kita renungkan. “Tetapi pada-Mu ada pengampunan supaya Engkau ditakuti orang.” Apa hubungannya pengampunan dan ditakuti? Kok sepertinya bertolak belakang? Orang tua supaya anak-anaknya taat, kan biasa memberikan sangsi atau hukuman. Pernah saya marah pada putra pertama kami Jostein. Dia main-main air di meja. Saya beri tahu jangan lakukan. Bikin meja makan berantakan. Eh, bukannya berhenti, malah airnya dicampur kertas tisu lagi. Tiba-tiba, dia berhenti. Kenapa? Saya ancam, ”Awas Jostein! Nanti papa pukul kamu!” Dia langsung taat karena ada ancaman hukuman. Apa maksudnya, Allah ditakuti karena ada pengampunan? Sifat Allah yang sangat indah dan mulia mengandung belas kasihan dan pengampunan yang luar biasa. Supaya apa? Supaya timbul rasa hormat manusia kepada Tuhan. Waktu kita berbuat dosa, jangan kita mempermainkan pengampunan-Nya. Seharusnya kita melihat, betul ini anugrah yang besar! Ingat, pengampunan tetap ada batas. Tatkala Tuhan memberikan pengampunan dengan penuh belas kasihan, tidak pantas kita pandang enteng. Jangan sesat! Allah tidak membiarkan diri-Nya dipermainkan. Karena apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya.Sampai satu titik Tuhan akan membalik pengampunan menjadi murka. Disitulah kita harus takut pada-Nya. Meskipun Tuhan maha pengampun tidak sepatutnya kita berdosa terus. Sebaliknya, harus mendekatkan diri dengan penuh takut dan syukur karena memiliki Tuhan yang berbelas kasihan. Manusia diciptakan menurut gambar dan rupa Allah. Karena dosa, gambar dan rupa ini rusak. Melalui kematian Yesus Kristus di kayu salib, Dia telah menebus kita. Roh-Nya yang kudus bertahta dalam diri kita, karenanya gambaran diri Allah mulai dipulihkan. Pemulihannya tidak gampang. Karena terjebak dosa, manusia jauh lebih gencar dan piawai berdosa. Manusia gampang mendendam, membenci, menyimpan kesalahan daripada mengampuni. Tuhan Yesus pernah katakan, ”Balok di depan matamu tidak kelihatan, tetapi selumbar di depan mata orang lain kelihatan.” Sadarlah. Jika hari ini Anda mengalami kekesalan dan dendam terhadap pasangan. Mengingat-ingat terus kesalahannya seolah-olah dialah yang paling jahat di seantero kolong langit. Padahal dia pernah membuat kita jatuh cinta, amboi bermilyar rasanya. Toh hari ini telah kita nikahi untuk seumur hidup. Saya yakin, Anda mampu mendelete semua angkara murka jika memiliki merciful-nya Tuhan. Penuh belas kasihan, limpah kasih setia, penuh rahmat dan mengampuni setiap kesalahan pasangan. 2. Kisah Merciful God Beberapa contoh dalam Alkitab menggambarkan merciful-nya Tuhan. Kitab Hosea, merupakan salah satu bagian firman Tuhan yang sangat sulit dipahami. Hosea adalah seorang nabi Allah yang dipanggil Tuhan secara khusus, sebagai contoh hubungan Tuhan dengan Israel. Waktu itu Israel sudah melupakan Tuhan. Mereka berzinah dengan menyembah banyak allah, allah orang Moab, allah orang Amori dan lain-lain. Tuhan marah sekali sebab Tuhan pernah berkata,”Jangan ada Allah lain di hadapan-Ku Sepuluh hukum Taurat. Hukum pertama, yang sah hanya monogami. Hubungan Tuhan dengan Israel saja. Melalui Hosea, Tuhan ingin menyatakan kendatipun mereka telah berlaku keji dengan berzinah, tapi Tuhan ingin mengampuni mereka dan memanggilnya kembali. Tuhan kemudian memanggil Hosea untuk menikahi seorang pelacur bernama Gomer. Setelah menikah, Hosea berharap, ”Aku sudah mengangkat engkau dari kubangan. Dulu pelacur, sekarang setia dong kepadaku. Harus tahu terima kasih, kamu dulu toh tidak ada yang mau, hanya menjadi permainan pria-pria buaya, tetapi sekarang aku mau menjadi suamimu yang setia.”Tetapi what happened next? Eh-eh-eh Gomer kembali melacur. Ia berzinah lagi dengan pria-pria buaya yang hanya ingin menikmati tubuhnya. Yang dahsyat, Tuhan memerintahkan Hosea untuk memanggil isterinya pulang dan mengasihinya kembali. Jelas ini panggilan khusus! Hosea harus mengajaknya pulang dan mengampuninya. All Out! Hosea lakukan dengan taat. Kok bisa ya?Melalui kisah Hosea, Tuhan ingin menyampaikan, Israel seperti perempuan yang berzinah. Bukan cuma sekali tapi berkali-kali, tetapi Tuhan sayang. Tuhan tetap merciful! Dalam Perjanjian Baru, pernah ada kejadian, orang-orang Farisi ingin mencobai Tuhan Yesus. Mereka iseng sekali, Tuhan Yesus kan paham isi hati orang tapi tidak putus-putusnya dicobai. Yesus berkata orang Farisi sesungguhnya buta. Melihat tetapi tidak bisa melihat, mendengar tapi tidak bisa mendengar. Sudah buta tuli lagi, tidak tahu Terang sedang bertamu di dunia. Mereka memperhadapkan seorang wanita yang kedapatan berbuat zinah (lelakinya mana, masa berzinah sendirian?). Mereka berkata pada Tuhan Yesus, ”Biasanya dalam hukum Musa orang yang berzina begini dirajam sampai mati dengan batu, bagaimana menurut Engkau?” Apa yang dilakukan Tuhan Yesus? Dia menunduk mencoret-coret sesuatu di tanah sambil berkata, ”Siapa diantara kalian yang merasa tidak berdosa monggo lemparkan batu pertama kali.”Buta plus tuli tapi rupanya masih punya hati nurani. Mereka merasa, ”Saya juga berdosa. Mana boleh saya melempari wanita ini dengan batu?” Akhirnya satu per satu orang-orang itu pergi. Kalau ada yang melempar, pasti akan dirajam oleh teman-temannya juga. Mereka sehati, ”Mana ada orang tidak berdosa?”Akhirnya semua orang pulang. Tinggal perempuan itu dengan Tuhan Yesus. Dia Tuhan yang tidak berdosa. Paling pantas merajam, malah berkata, ”Pulanglah dan jangan berbuat dosa lagi.” Bukankah ini suatu kejutan? Tuhan memberikan pengampunan dan memang wanita itu sudah tobat-tobat ketakutan dirajam. Dia terus berteriak, ”Ampun! Ampun!” Orang-orang Farisi tidak mengenal kamus ampun; tahunya cuma penghukuman. Hanya pada Tuhan Yesus saja ada pengampunan yang luar biasa. Waktu pengampunan sudah diberikan, ingatlah peringatan-Nya,”Jangan berbuat dosa lagi.” Bertobat, berarti berbalik dari kelakuan yang salah. Istilah bertobat lainnya menelusuri akan masa lalu kita, menelusuri kembali jalan yang telah kita lalui. Dilanjutkan menyesali sungguh segala sesuatu yang telah diperbuat di masa lalu. Berjanji tidak mengulangi lagi. Di sini, dituntut berani menelusuri kembali. Seringkali kita malu dan melupakan masa lalu sehingga akhirnya jatuh lagi ke dalam dosa yang sama. Dengan merciful Tuhan tetap menaungi kita. Seharusnya muncul respon yang benar. Berjanji tidak melakukannya lagi dan berjuang mengandalkan Tuhan berlandaskan teladan pengampunan Tuhan Yesus sendiri. Yesus adalah sosok yang penuh belas kasihan. Sebab itu, kita tidak perlu takut menghadap Tuhan. Saat Tuhan Yesus di kayu salib, apa yang dikatakan-Nya,”Bapa ampunilah mereka karena mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat.” Dalam film The Passion of The Christ karya Mel Gibson menontonnya sungguh terharu sampai bercucuran air mata. Menyaksikan Yesus yang begitu indah, mulia, dan penuh cintakasih, tapi mengalami jalan salib yang menyakitkan berujung kematian. Banyak orang bertanya,”Kalau Dia Tuhan, kenapa harus mati?” Kematian Kristus untuk menebus segala dosa kita. Dosa kita lakukan di dalam darah dan daging. Dia harus menggantikan melalui darah dan dagingnya sendiri supaya penebusan sah di hadapan Allah. Tidak berhenti di situ. Ada kemenangan yang gemilang! Dia bangkit pada hari ketiga. Makanya, kitapun bisa memiliki kemenangan atas dosa. Kebangkitan-Nya menjadi satu jaminan dan keyakinan kita. Pastilah kuat memberi pengampunan. Akhirnya, kehidupan kekal bersama Tuhan menjadi harta berharga seperti yang dijanjikan-Nya. Syaratnya: Bertobat dahulu menerima Tuhan sebagai Juru Selamat pribadi. Di luar Yesus tidak ada keselamatan di bawah kolong langit ini. Tidak ada kata terlambat bagi yang berdosa. Bergegaslah mengaku dosa, karena Yohanes menyatakan,”Jika kita mengaku dosa kita maka Ia adalah setia dan adil sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan.” Jika pasangan pernah berkata,”I Love You V Much.” Tapi sengaja berbuat jahat. Bagaimana respon kita? Kita sudah mendengarkan firman Tuhan bahwa kita harus merciful seperti Tuhan juga merciful. Harus mengampuni, berbelas kasihan dan penuh dengan rahmat. Tapi kalau realitanya seperti ini dan pasangan sudah diberitahu tetap ogah berubah. Bagaimana cara menyelesaikannya? Ada seorang wanita yang baru masuk ke rumah sakit jiwa. Dokter menemukan mukanya biru lebam. Kenapa? Dipukul suaminya, tangannya juga memar-memar. Suaminya ternyata suka menganiaya. Kemudian dokter bertanya, ”Ibu marah tidak dengan perbuatan suami ibu?” ”Saya tidak marah dengan suami saya.” Jika melihat atau mengalami suatu kejahatan tapi tidak marah, mungkin kita sudah harus masuk Rumah Sakit Jiwa. Ketiadaan emosi guna diekspresikan adalah masalah berat. Marah tidak apa-apa, boleh. Itu hanyalah sebagian kecil dari emosi. Tuhan Yesus pun marah karena melihat kejahatan dekat Bait Allah. Reaksi marah adalah reaksi yang berkaitan dengan kejahatan. Perlu supaya keberdosaan tidak bertambah-tambah. Tuhan pun murka pada orang yang sudah diberikan pengampunan tapi gencar berdosa lagi dan lagi. Kesimpulannya, pengampunan dan kemarahan memerlukan hikmat Tuhan. Supaya kita jelas bersikap. 3. Pengampunan yang Sejati Lantas, bagaimana sosok pengampunan yang sejati? Seperti memasuki lorong yang sangat panjang. (1) Lorong Rasio. Pikiran. Antara Aku dengan Tuhan. (2) Lorong Emosi. Perasaan. Antara Aku dengan si Aku (diri sendiri). (3) Lorong Relasional. Pemulihan Relasi Aku dan Engkau. Lorong Rasio Mari kita telaah lorong ini satu demi satu. Memasuki proses pertama. Misalkan pasangan terbiasa sengaja mengulang-ulang satu perbuatan yang kita tidak suka. Jelas, diapun tahu kita tidak senang. Tapi sengaja menyakiti. Bagaimana sikap kita? Mengampuni atau tidak? Di tahap pertama, secara rasio harus memilih untuk mengampuni. ”Saya ingin mengampuni dia, memaafkan dia, saya ingin berbelas kasihan kepadanya.” Langkah pertama adalah tekad untuk memasuki lorong tersebut. Ini adalah urusan kita dengan Tuhan. Kita mau belajar dari Tuhan yang selalu memberikan pengampunan. Kita diperhadapkan pada dua pilihan: Kejahatan mau dibalas kejahatan atau dibalas pengampunan? Syukurlah, kalau selalu memilih yang baik, sehingga hubungan kita dengan Tuhan selalu beres. Lorong Emosi Memasuki lorong kedua, sangat sukar. Membuat sesak hati dan tidak enak makan. Pergolakan emosi antara Aku dan si Aku. Bagaimana perasaan kita? Sakit hati bercampur kemarahan dan dendam. Inilah emosi kita. Kendati pikiran sudah takluk pada Tuhan, ditambah tekad mengampuni. Tapi, emosi seringkali susah ditundukkan. Seorang bernama Gordon McDonald mengkhianati istrinya. Berselingkuh. Isterinya menyatakan, peristiwa selingkuh itu menorehkan luka emosi yang sangat dalam. Dia sudah melewati lorong pertama, bertekad mengampuni. Tapi pergolakan emosi sangat sulit diperdamaikan. Kondisi yang naik turun kehilangan kestabilan. Hari ini bisa baik. Ingat sudah mengampuni, tapi besok tahu-tahu sudah marah lagi sewaktu mendadak teringat kejadian itu. Lalu lusa emosi tenang lagi. Begitu seterusnya. Begitu suaminya dekat-dekat dengan wanita lain, langsung curiga. Alarmnya menyalak kencang. Tahu-tahu kesal mendadak. Ingatan itu muncul kembali, menggoreskan luka yang pernah dilakukan suaminya. Sungguh sulit dilupakan. Ada pepatah: Musuh terbesar manusia adalah dirinya sendiri. Terbukti di lorong kedua ini. Kita harus kalahkan musuh terbesar! Antara aku dengan Tuhan, sudah lewat. Puji Tuhan! Sekarang Aku harus mengalahkan emosiku. Sangat tidak gampang menguasainya. Aku dengan si aku. Lorong Relasi Jika proses pengampunan berjalan sempurna melewati lorong dua, maka selanjutnya mampu memulihkan relasi antara Aku dan Engkau. Engkau adalah orang yang menyakiti. Sejatinya, dalam proses pengampunan harus ada sikap pertobatan dari si Pelaku. Dia menyadari dan mengakui kesalahannya. Banyak suami yang sudah selingkuh. Betul-betul bertobat tapi isterinya tidak kuasa mengampuni. Sang Isteri tidak sanggup masuk ke lorong ketiga. Secara relasional tidak pernah pulih. Misalnya dalam berhubungan seks isteri tidak mau melayani dan bersikap pasif. Ditambah sehari-hari curigaan terus. Padahal jika betul suami berubah dan bertobat. Kita wajib memasuki tahapan relasi. Guna menjalin relasi dengan orang yang pernah melukai kita. Dalam kasus perselingkuhan, bagaimana seorang korban dapat sukses mengampuni? Ada sebuah buku “Jika Suami Anda Berselingkuh.” penulisnya Debby Tent Ph.D mencatat pengakuan Lady Di. Diana menjelaskan betapa pengkhianatan Charles cukup menghancurkannya. Mempunyai suami yang mencintai wanita lain sungguh membuatnya merasa buruk dan tidak berguna. Tidak berdaya dan gagal dalam segala sesuatu. Yang aneh, setelah Pangeran Charles mengakui perselingkuhannya di televisi tahun 1994, Diana tetap tidak ingin bercerai. Penyelesaian Kasus Perselingkuhan Bangkitkan pengharapannya. Korban perselingkuhan sering merasa frustasi dan putus asa. Mereka sudah berikhtiar dengan berbagai cara merebut sang suami, tetapi gagal. Suaminya tetap kekeh ingin melaksanakan hubungan dengan pacar gelapnya.Mereka juga memendam kemarahan. Keki tetapi tinggal seatap. Melihat suami benci terus. Masa depan sudah runtuh. Kebahagiaan hampir mustahil diperoleh. Sukacita apalagi. Is gone. Pengharapan harus dipulihkan. Luka-luka batinnya harus diobati. Pengharapan yang bagaimana? Apakah pengharapan terhadap pernikahan ataukah pengharapan terhadap hidupnya? Jelas, pengharapan bahwa dia tetap memiliki masa depan, bahwa hidupnya tidak boleh disia-siaka. Hidupnya tidak hancur hanya karena perselingkuhan pasangannya.Isteri yang suaminya selingkuh, hidupnya nyaris hancur total. Hidup sudah tiada arti. Bagaimana dia bisa kokoh dalam perjalanan kehidupan dan tetap meraih kebahagiaan? Dalam kasus perselingkuhan ternyata prosesnya sangat berat. Mungkin dia memiliki pribadi yang matang, deep commitment, dan kelebihan lainnya, tetapi perselingkuhan adalah PEMBUNUHAN terhadap janji nikah dan pembunuhan terhadap pasangan. Walaupun pasangan sudah benar-benar bertobat, tetap pengampunan tidak gampang. Perasaaan seringkali tidak mengikuti pikiran. Pikiran okey mengampuni tapi perasaan bergejolak sarat kebencian, kecurigaan, bahkan terombang-ambing,Jadi, dia sadar 100% pasangan sudah berubah. Sudah tobat! Tidak pernah contact mitra selingkuhnya, tapi hatinya curiga terus. Stigma negatif sudah nempel kayak perangko.Suami yang asli bertobat harus membuktikan keasliannya. Si korban butuh fakta. Berupa tindakan konkret yang berbeda dari biasanya. Misalnya suami dulu suka marah-marah sekarang harus berubah! Atau dulu suka menghilang tanpa jejak, malam minggu pergi tidak tahu kemana, sekarang ada di rumah atau pergi berdua isteri.Jika dulu isteri sering mengalami perasaaan tidak tahu keberadaan suaminya. Jam segini ada dimana… ? Katanya ada di kantor, tapi nelpon ke sana tak ada yang angkat atau temannya bilang sudah pulang. Sekarang dia tidak lagi mengalami situasi itu. Tindakan-tindakan konkret menimbulkan perasaan nyaman, tidak lagi curiga, trust akhirnya kembali. Inilah fakta-fakta dimana isteri merasakan,”Oh, suami saya sudah berubah.” Pelan-pelan isteri mengalami kembali perasaan tenteram yang pernah hilang dilanda badai.Kepercayaan yang pernah runtuh, mulai ditumbuhkan kembali. Cinta yang dulunya cuma berdiri dengan satu kaki, sekarang harus banyak topangannya. Suami harus membuktikan lebih banyak lagi bahwa dia mencintai isterinya. Setiap kejadian fatal memperbaikinya double triple susahnya. Misalnya sebelum terjadi perselingkuhan, suami pernah memberi hadiah. Dulu isteri merasa ini tanda cinta kasih. Iya dong! Tetapi setelah perselingkuhan, jangan harap! Diberikan hadiah yang sama (baca: bukan sama persis) tapi isteri malah merasa dibohongi. Dia harus membuktikan dari segala arah. Bahwa suami sudah pulih cinta kasihnya pada sang isteri. Misalnya, harus menemani secara emosi, terus-menerus mengajak bicara lagi. Jadi dalam hal kognitif, fisikal, emosi, semua wajib diupayakan.Kalau kita melihat gurita, kakinya banyak. Gurita tidak bisa berdiri hanya dengan satu kaki, tetapi harus berdiri dengan delapan kakinya. Dengan demikian cinta kasih yang didirikan dalam keluarga korban perselingkuhan, butuh banyak topangan. Tuntutannya jauh lebih tinggi dan kompleks. Jangan suami bilang,”Aku kan sudah menunjukan cinta kasih, masa kamu tidak percaya?” Percayalah, usaha Anda belum cukup. Cinta itu sudah mati. Harus dibangkitkan kembali. Untuk menghidupkan kembali cinta melalui proses pengampunan, si korban harus melewati Tiga Tahapan Fase Pengujian. Lorong pertama I and Thou. Okey saya ampuni, ini antara Aku dan Tuhan, saya setuju dan mau taat kepada-Nya. Memasuki fase kedua I and I, Aku dengan diriku, aku secara emosi bergumul. Inilah yang akan kita kupas lebih mendetil: (1) RAGU akan ketulusannya. Pasangannya bilang,”Saya sudah bertobat dan sudah meninggalkan dia!” Tapi dalam fase pengampunan ini, dalam fase I and I, emosinya masih ragu, muncul pertanyaan,”Benar enggak nih pasanganku ini sungguh-sungguh bertobat, apa iya dia sungguh-sungguh ingin berubah?”Apa yang dia tunjukan ini tindakan-tindakan konkret atau cuma tipu daya saja? Karena korban sudah pernah dikelabui. Masih teringat, waktu suaminya dulu selingkuh ternyata tambah baik, banyak hadiah dia terima. Sekarang kan baik juga, jangan-jangan selingkuhannya double. Merasa suami itu bulus, dia di sana maen, disini juga jago menutup-nutupi. Isteri merasa dicintai padahal dikhianati. (2) RAGU akan kesanggupan pasangan,”Okey suami saya benar ingin berubah, rasanya sih tulus, tapi apa sanggup dia?” Apalagi kalau dibombardir berita di media massa, buka TV langsung Infotainment para artis rame-rame kawin cerai, baca data-data di buku bahwa 90% pria memang mudah tergoda pada wanita cantik yang bukan isterinya. Dia ragu, suamiku yang biasa selingkuh, sanggupkah bertahan? Apalagi suami punya kebiasaan melakukan kesalahan, misalnya setiap hari saja lupa taruh kunci di mana, sekarang bilang mau bertobat, jangan-jangan OMDO (omong doang). Pola kecil toh menentukan pola besar. Sekarang dia RAGU akan dua hal: Ketulusan dan kesanggupan. (3) RAGU berapa lama bertahan,”Okey kamu tulus mau bertobat. Aku percaya kamu mampu berubah. Tapi berapa lama? Berapa lama kamu mampu bertahan untuk tidak ketemu selingkuhanmu? Berapa lama kamu mampu bertahan dengan pernikahan ini?” Terus… bertanya-tanya akan hal-hal begitu. Jika ketiga hal di atas terlampaui niscaya kita sudah mampu mengampuni pasangan secara total. Tiga step di atas dimulai dengan ragu-ragu. Keraguan sangat menguasai korban perselingkuhan. Wajar sekali setelah keragu-raguan dihapuskan, baru sanggup memulai hidup baru lagi. Dihapuskan dengan apa? FAKTA dan TINDAKAN konkret! Kalau cuma berkata sudah bertobat, tetapi tidak ada bukti sama juga boong. Kasarnya, Nangis darah pun percuma, yang penting toh kenyataan.Sehari-hari, suami harus menjaga jarak dengan wanita lain, jika tidak radar isteri langsung menyala dan semua memori masa lalu yang telah diusir pulang secepat kilat. Katakanlah, suami telah memberikan bukti-bukti yang cukup, ditambah fakta-fakta baru dia sudah tidak lagi berselingkuh, herannya isteri juga akan mengeluarkan bukti-buktinya. Jika ada yang bertanya-tanya, dia akan menjawab,”Oh, enggak suami saya sudah baik. Dia sudah mencintai saya. Apalagi dia sudah menunjukan ini dan itu.” Akhirnya balancing antara curiga dengan bukti yang ditunjukkan suami. Pelan-pelan, secara sadar kepercayaan itu dipulihkan. Benih mulai kembali tumbuh, akarnya mencengkram kuat. Inilah kewajiban sang pelaku perselingkuhan untuk terus memberikan siraman supaya benih bisa berkembang. Pasangan harus dijaga baik-baik supaya kembali memupuk rasa percaya dan cinta yang telah lama mati. Inilah bagian akhir untuk keluar dari lorong tersebut. Syaratnya PERTOBATAN. Umpama, orang itu tidak mau bertobat. Bagaimana memasuki lorong terakhir? Jelas, tidak gampang. Firman Tuhan, ”Berkatilah siapa yang menganiaya kamu, berkatilah dan jangan mengutuk.” Berikutnya ”Janganlah membalas kejahatan dengan kejahatan; lakukanlah apa yang baik bagi semua orang! Sedapat-dapatnya, kalau hal itu bergantung padamu, hiduplah dalam perdamaian dengan semua orang!” Persisnya, kalau dia tidak bertobat, kewajiban kita hanyalah lorong pertama dan kedua saja. Toh, di hadapan Tuhan kita taat, sudah mengampuni. Selanjutnya, antara Aku dengan si Aku emosinya sudah dibereskan. Tanda-tanda luka hati sudah sembuh total:(1) Ketika tiba-tiba mengingat hal buruk yang dialami. Kita tidak marah, malah berbalik mentertawakan kejadian itu. Ha-Ha-Ha!(2) Mampu bersikap baik lagi terhadap si Pelaku. Bisa menyapa dan berbicara dari hati ke hati. ”Berkatilah siapa yang menganiaya kamu; berkatilah dan jangan mengutuk”, menuntut kerendahan hati yang total. Apapun yang terjadi, kita tetap menunjukkan sikap yang baik. Karenanya, orang yang berbuat jahat itu akhirnya menjadi malu, karena kebaikan yang kita nyatakan tulus berasal dari Tuhan. Firman Tuhan juga berkata: Janganlah membalas kejahatan dengan kejahatan lakukanlah apa yang baik bagi semua orang sedapat-dapatnya kalau hal itu bergantung kepada kamu hiduplah dalam perdamaian dengan semua orang. Namun, jika si pelaku tidak memberikan tanda-tanda kebaikan. Tetap berbuat dosa, tetap jahat dan kejam, misalnya terus memukuli isteri. Tidak perlu membangun relasi, Love Must Be Tough! Jangan biarkan diri Anda dipermalukan, dipukuli terus. Seperti membuang mutiara ke mulut babi. Ketika seorang anak minta maaf dan mengulurkan tangan bersalaman. Sementara temannya tidak mau, maka tidak akan terjadi relasi. Tugas kita, berinisiatif mengulurkan tangan mengampuni dan memaafkan. Mari kita lewati lorong pengampunan dengan pertolongan Tuhan! Faktor-faktor PengampunanTujuh Puluh Kali Tujuh Kali Kemudian datanglah Petrus dan berkata kepada Yesus: “Tuhan, sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa terhadap aku? Sampai tujuh kali?” Tuhan Yesus memberikan perumpamaan mengenai pengampunan:Yesus berkata kepadanya: “Bukan! Aku berkata kepadamu: Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali. Sebab hal Kerajaan Sorga seumpama seorang raja yang hendak mengadakan perhitungan dengan hamba-hambanya. Setelah ia mulai mengadakan perhitungan itu, dihadapkanlah kepadanya seorang yang berhutang sepuluh ribu talenta. Tetapi karena orang itu tidak mampu melunaskan hutangnya, raja itu memerintahkan supaya ia dijual beserta anak isterinya dan segala miliknya untuk pembayar hutangnya. Maka sujudlah hamba itu menyembah dia, katanya: Sabarlah dahulu, segala hutangku akan kulunaskan. Lalu tergeraklah hati raja itu oleh belas kasihan akan hamba itu, sehingga ia membebaskannya dan menghapuskan hutangnya. Tetapi ketika hamba itu keluar, ia bertemu dengan seorang hamba lain yang berhutang seratus dinar kepadanya. Ia menangkap dan mencekik kawannya itu, katanya: Bayar hutangmu! Maka sujudlah kawannya itu dan memohon kepadanya: Sabarlah dahulu, hutangku itu akan kulunaskan. Tetapi ia menolak dan menyerahkan kawannya itu ke dalam penjara sampai dilunaskannya hutangnya. Melihat itu kawan-kawannya yang lain sangat sedih lalu menyampaikan segala yang terjadi kepada tuan mereka. Raja itu menyuruh memanggil orang itu dan berkata kepadanya: Hai hamba yang jahat, seluruh hutangmu telah kuhapuskan karena engkau memohonkannya kepadaku. Bukankah engkaupun harus mengasihani kawanmu seperti aku telah mengasihani engkau? Maka marahlah tuannya itu dan menyerahkannya kepada algojo-algojo, sampai ia melunaskan seluruh hutangnya. Maka Bapa-Ku yang di sorga akan berbuat demikian juga terhadap kamu, apabila kamu masing-masing tidak mengampuni saudaramu dengan segenap hatimu.” Dalam kisah ini Petrus bertanya pada Tuhan Yesus, berapa kali harus mengampuni, apa tujuh kali? Dipikirnya, pasti aku dapat pujian! Tujuh kali mengampuni…luar biasa bukan? Karena para Rabi Yahudi mewajibkan sampai empat kali saja. Tapi apa jawab Yesus? Bukan 7 kali, tapi 70 kali 7 kali. Wah, jauh lebih banyak! Kalau dihitung berarti 490 kali, tapi maksudnya bukan dihitung satu persatu. Intinya, setelah hari ini mengampuni, LUPAKAN! Berarti besok kesalahannya sudah NOL lagi. Tidak hanya menjawab, Tuhan Yesus kemudian menceritakan perumpamaan mengenai Raja yang akan mengadakan perhitungan dengan hamba-hambanya. Kedapatan nih ada satu orang hutangnya banyak sekali. 10.000 Talenta. Berapa nilainya dalam Rupiah? Mari kita berhitung… 1 Talenta = 6.000 Dinar. 1 Dinar = Upah Minimum Sehari. Berapa upah minimum di Indonesia? Katakanlah Rp.30.000. (UMR sekitar Rp 1 juta sebulan).Sekarang, 6.000 kalikan dengan Rp 30.000. Fantastis bukan? 1 Talenta = Rp.180.000.000.Nah, kalau 10.000 Talenta berapa? Silahkan dikali. Nilainya setara dengan Rp 1.8 TRILIUN. Besar sekali!Raja itu bilang apa? Kamu tidak mampu bayar karena itu jual saja semua yang kamu punya. Isteri kamu jual, anak kamu lelang, segala harta kamu gadai! Cepetan..!!! Kemudian, sujudlah hamba itu menyembah minta ampun minta belas kasihan. Bagaimana respon Sang Raja? Luar biasa… Hati Raja tergerak oleh belas kasihan sehingga membebaskan hutang-hutang itu…Rp 1.8T Bebas! LUNAS! Wah..saya bayangkan orang ini begitu surprise langsung jalan di awan…Tra la la…Tri li li…Tapi, baru saja orang ini dibebaskan, dia bertemu kawan yang berhutang padanya 100 Dinar. Berapa nilainya? 100 x Rp.30.000 = Rp.3 juta SAJA Jauh sekali perbandingan Rp 1.8 T dengan Rp 3 Jeti!!!!Tetapi, tatkala orang itu minta pengampunan yang Rp 3 juta itu, Eh-Eh-Eh ternyata dia tidak mau mengampuni. Dia menolak dan menyerahkan kawannya ke dalam penjara sampai hutangnya lunas!Kejadian ini diketahui teman-teman dekat yang melihat ketidak adilan. Mereka sangat sedih dan lapor kepada Raja. Lalu Sang Raja memanggil orang ini,”Hai! Kamu telah saya ampuni Rp 1.8 T tapi kok tidak tahu diri banget… Kenapa hutang temanmu Rp 3 juta tidak kau hapus? Okey, karena kamu tidak berbelas kasihan maka Aku juga tidak mengampuni kamu! Kemudian orang ini dipenjarakan sampai hutangnya lunas dibayar. Hutang Rp 1.8 T tiba-tiba balik lagi! Kesimpulannya: Tuhan Yesus berkata, maka Bapa-Ku disorga akan berbuat demikian juga terhadap kamu apabila kamu masing-masing tidak mengampuni saudaramu dengan segenap hati. Pengampunan di mata Tuhan sangatlah penting. Mengapa? Manusia sudah berdosa luar biasa dahsyat di hadapan Tuhan (Rp 1.8 Triliun). Menghadapi keberdosaan manusia, Yesus memberikan diri-Nya mati di atas kayu salib. Penebusan dinyatakan bagi segala dosa kita, sehingga kita yang telah mengalami cinta kasih-Nya, sewajarnya dan sepatutnya mengampuni orang-orang yang bersalah (Rp 3 Juta saja), walaupun sulit realitanya.Ada kisah-kisah menyakitkan yang mudah dilupakan karena tidak terlampau berat. Ada juga yang sampai mengakibatkan trauma. Jelas sulit bagi kita mengampuni kalau sudah menorehkan luka yang dalam. Sebab itu, kita akan masuk memikirkan dimensi-dimensi pengampunan: Apa yang membuat pengampunan menjadi gampang, tetapi kadang-kadang sulit bukan main? Personality orang yang berbuat kesalahan pastilah membuat perbedaan. Ada orang yang modelnya hangat, banyak ngomong. Nah, orang begini lebih mudah diampuni, ketimbang orang yang dingin, kaku, ditambah jarang bicara. Apalagi saat berbuat kesalahan, orang tersebut minta maafnya tanpa ekspresi. Ditambah tidak ada penjelasan kenapa itu terjadi. Karena dingin, yang keluar sepatah dua patah, kebacanya orang ini tidak sungguh-sungguh minta maaf. Sebaliknya, kalau bawel, saat meminta maaf dia menjelaskan,”Saya tuh begini lho, kemarin kejadian sebenarnya adalah…. Aduh karena begini, saya jadi bereaksi begitu. Maaf ya… Sungguh-sungguh M A A F. Aku suer deh enggak lakukan lagi…Okey ya, maafin aku ya…” Dituturkan lengkap dan padat jalan ceritanya, akibatnya kita mengampuni lebih rela. Jadi, faktor Personality sangat mempengaruhi pengampunan. Di Bab 2 kita telah membahas Able to Communicate. Sejatinya, setiap orang mahir berbicara, termasuk menerangkan kejadian yang membuat orang lain tersinggung dan marah. Orang yang Cold dan Uncommunicative (dingin dan senang berdiam diri) pun harus belajar mengungkapkan cerita untuk menjelaskan kesalahan yang diperbuat.Berikutnya kita membagi menjadi empat faktor, masing-masing berhubungan dengan si pembuat kesalahan (Pelaku) dan orang yang mengampuni (Korban). Si Pelaku Kita bahas dari sisi Si Pelaku Kesalahan: 1. Kualitas kesalahan. Makin berat kesalahan, makin sulit mengampuninya. Misalnya, mengampuni pasangan yang affair dibanding pasangan yang cuma lupa hari ulang tahun. Ada orang berkata,”Begitu saja kok enggak bisa mengampuni? Jangan asal ngomong. Masalah utamanya, derajad kesalahan itu besar sekali. Apalagi perselingkuhan, sampai pasangan tuntas mengampuni kadang butuh tiga tahun, itupun setelah si pelaku lepas dari mitra selingkuhnya. Plus membuktikan hati yang jujur bertobat. 2. Jika orang yang bersalah mengakui kesalahan, secara genuine (sejati) menyatakan penyesalan, maka pengampunan jadi lebih gampang. Sangat sulit mengampuni seseorang yang membuat kerusakan tapi tidak mau Say Sorry untuk kerusakan yang telah dibuat. Yang susah adalah kalau si pelaku tidak merasa berbuat salah, sehingga tidak merasa harus minta maaf. Padahal bagi pasangan itu adalah kesalahan besar, kalau kayak begitu bagaimana? Harus Able to Communicate. Mesti cakap bertutur. Balik lagi deh ke Bab 2.”Saya tuh kesel banget ngedengerin kamu ngomong begitu! Kasar tahu ga?!””Tapi saya enggak merasa itu salah.” ”Kamu rasa enggak salah tapi sudah menyakiti hati saya.””Cuma begitu doang menyakiti hatimu?””Iya itu kan hatiku, kamu musti ngertiin dong hatiku.” Harus bisa menjelaskan, terlebih pasangan harus mempunyai empati, mungkin itu tidak menyakitkan dirinya tapi sangat membuat luka pasangan. Pernah saya pulang malam sekali, saya tidak merasa pulang malam itu salah. Sampai di rumah disambut Liana yang sudah mencak-mencak kayak cecak. Saya kesal sekali, udah cape dimarah-marah lagi. Saya ikutan marah saja sekalian. Tapi ketika Liana jelasin,”Kamu pulang malam, ya tidak apa-apa. Yang bikin saya keki itu kamu enggak telepon. Kabarkan dong supaya aku enggak gelisah!”Bagi saya tuntutannya juga tidak tepat. Saya sibuk seharian, aduh mana sempat telepon-teleponan? Dari satu tempat ke tempat lain. Masa tidak bisa ngerti? Tapi ya…karena jelas duduk persoalannya saya jadi cooling down. ”Ya sudah, besok-besok akan saya usahakan beri kabar,” demikian janjiku pada Liana 3. Kesengajaan. Sulit mengampuni seorang yang sengaja melakukan kesalahan dibanding orang yang tidak sengaja. Cerita tadi kita lanjutkan ceritanya, kan saya sudah janji,” OK saya telepon!” Besoknya saya pulang malem lagi dan tidak beri kabar! Kira-kira bagaimana pikiran Liana? Pasti mulai pikir, ini disengaja atau enggak ya?” Berpikir positif, ah palingan lupa. Tapi mulai curiga, kenapa ya tidak telepon. Sengaja lupa atau bener-bener lupa? Nah, dalam tahap-tahap awal kita masih pikir,”Oh, pasti enggak sengaja dia.” Sekali no problem, lupa kedua kali masih ching chai la (baca: tidak apa-apa), tapi ketiga kali sampai tujuh kali lupa terus, kita mulai pikir-pikir,”Ini mah disengajaaaa! Tidak serius berjanji waktu itu! Awas Ya!!!!” Kalau terjadi kesalahan yang tidak disengaja dari pasangan, pasti gampang sekali mengampuninya. Kalau sengaja, sukar sekali. Misalnya suami tahu isteri pengen ngobrol, tapi sang suami malah sengaja tidur lebih cepat. Isterinya jadi berpikir,”Dasar suami jahat! Sudah pulang malam, aku pengen ngobrol malah kabur tidur. Pasti sengaja begitu!” Untuk segala hal yang dianggap sengaja, pasti lebih susah memaafkan. Kalau tidak sengaja lebih gampang mengampuni. Walaupun ada keselnya, tapi mau diapain lagi? Namanya juga ga sengaja. 4. Frekuensi kesalahan. Sulit mengampuni orang yang sama kesalahannya. Itu lagi dibuat, itu lagi dibuat. Berulang-ulang! Dibandingkan dengan yang sekali terjadi, lalu tidak pernah melakukan lagi. Liana seringkali kelupaan taroh kunci rumah. Waduh, saya sampe kesel. Saya pesan-pesan,”Awas ya! Jangan sampai lupa lagi!” Tapi untung sudah jarang. Frekuensi selain banyaknya kejadian juga termasuk jangka waktu. Kalau kejadian berlangsung cukup sering, semua orang juga ada batasnya. Si Korban Dari sisi Sang Korban: Ada 4 faktor bagaimana seorang bisa mengampuni, mengapa sulit mengampuni dan hal-hal yang mudah diampuni: Berkaitan dengan Deep Commitment. Jika orang yang disakiti memiliki komitmen yang dalam terhadap orang yang membuat kesalahan, pasti mampu mengampuni. Sebaliknya, jika tidak memiliki hubungan yang kental, kecenderungannya menghindar saja dan tidak mau membereskan permasalahan. Dalam Pernikahan Kristen, kita bersyukur karena mengandung komitmen yang sangat dalam dan panjang. Seumur hidup dan disahkan di hadapan Tuhan bersama Jemaat yang menyaksikan pernikahan tersebut. Deep Commitment I Do sudah diucapkan dengan tegas saat janji nikah, walau senang-susah, sakit-sehat, bahagia-menderita, tetap bersama sampai maut memisahkan. Liana pernah bikin saya benci luar dalam. Tapi saya mikir,”Aku sudah janji sama dia, sehidup semati. Lagian masih panjang nih perjalanan yang akan dilewati.” Akhirnya, saya mengambil keputusan, ”Okeylah… Aku mengampuni.” Makanya, saya tidak setuju melihat pernikahan dunia barat yang disebut pernikahan coba-coba. Coba-coba hidup serumah. Tidak ada Deep Commitment. Begitu salah satu pasangan berbuat salah, ya sudah,”Da… Da… Bye… Bye… Sampai di sini saja ya. Aku cari orang lain.” Sehingga, kita harus-harus bersyukur jika Kitab Suci menyatakan, pernikahan yang telah disatukan Tuhan tidak boleh diceraikan manusia, karena Tuhan sendiri yang menjadi Penyatu. Dialah sumber komitmen kita yang paling kuat. Deep Commitment artinya harus terus mengampuni seperti Tuhan Yesus katakan,”Tujuh puluh kali tujuh kali!” Mengampuni kekasih kita. Apakah dia berkepribadian kuat dan matang. Pribadi demikian lebih bisa mengampuni dibanding yang lemah, cenderung mendengarkan kata orang. Celakanya, ketika kita sudah mau mengampuni, pas suami bersalah. Kemudian tanya tetangga, eh…dia bilang, ”Wah, jangan! Kalau suami saya bikin begitu mah enggak bakal saya maafin!” Tahu-tahu jadi berubah pikiran. Orang berkepribadian matang dan kuat tahu apa yang diputuskan. Kalau sudah putuskan mengampuni ya sudah. Apapun kata orang, dia tidak menyesal dan ogah menjilat air ludah sendiri.Orang berkepribadian matang dan kuat cenderung melihat hal-hal baik terbit setelah hal-hal buruk menimpa. Misalnya disakiti, sebagai korban pasti kesal dong. Tapi mampu melihat ke balik tembok, pastilah ada hikmahnya. Orang yang tidak matang cenderung melihat apa yang ada di depan mata. Teladan kepribadian kuat dan matang adalah Tuhan Yesus di atas kayu salib. Ketika Dia mengalami penderitaan saat orang-orang berdosa menyalibkan-Nya, Yesus berdoa, “Ya Bapa, ampunilah mereka karena mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat.“ Sungguh kokoh kepribadian Tuhan Yesus! Dia sanggup mengampuni. Karena Dia melihat ini adalah proses penebusan bagi dosa seisi dunia. Keputusan untuk mengampuni. Pengambilan keputusan oleh Rasio ternyata mempengaruhi perasaan seseorang. Jika saya berkeputusan,”No Forgiveness!” maka, perasaan saya mengikuti. Seperti kerbau dicucuk hidung. Sebaliknya jika Rasio memerintahkan,”Ampuni!” tahu-tahu emosi juga dapat ditundukkan. Tuhan selalu ingin mengampuni. Tinggal kita mau atau tidak. Firman Tuhan menyatakan “Maka Bapaku di Sorga akan berbuat demikan juga kepada kamu apabila kamu masing masing tidak mengampuni saudaramu dengan segenap hatimu.“ Membaca firman Tuhan di atas kita disadarkan,”Oohh… Iya.. Ya… Saya harus mengampuni.” Nah sekarang, apa keputusannya? Saya pernah bilang soal ATM, Acuh tak acuh terhadap Firman, ada yang Taat, juga Melawan Firman. Lagi-lagi saya bertanya,”Yang mana pilihan Anda?” If there is a will, there is a way. Jika ada keinginan pasti ada jalan. Keinginan datang darimana? Tuhan pastinya. Seorang bernama John Milton, penulis puisi rohani yang buta dari Inggris, berkata: The mind has it own place and in itself can make a heaven of hell or hell of heaven. Terjemahan bebasnya: Pikiran kita ada tempat tersendiri, di dalamnya bisa membuat Surga di Neraka atau Neraka di Surga. Pilih mana? Jadi, semua dikontrol oleh pikiran. Makanya banyak sekali bagian firman Tuhan, khususnya Pemazmur,”Aku merenungkan firman-Mu siang dan malam.” Kita tahu sih bahwa pikiran harus dikuasai Firman Tuhan, maka baiklah hasilnya, muncul buah-buah roh.4. Kemampuan mengampuni. Sangat dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu terkait pengampunan. Sebagai anak Tuhan, Anda sudah mengalami diampuni oleh-Nya, seyogyanya Anda mampu dan pasti sanggup mengampuni orang-orang yang berbuat salah kepada Anda. Dalam keterbatasan manusia, ada yang lebih cepat mengampuni ada pula yang lambat. Pastinya, kita harus mau masuk dalam prosesnya yang berujung pada pengampunan total. Selamat Mengampuni! Mulailah dari hati yang berbelas kasihan. Have A Merciful Heart! |