Site Loader
D'Botanica (BTC) Mall. P01/01. Pasteur, Bandung.

Bab 8

Romance in Marriage

Gairah Cinta dalam Pernikahan

Saya suka dengar orang bilang, ”Cinta romantis itu punyanya anak muda yang sedang pacaran, kalau  sudah married, tidak perlu tuh romantis-romantisan, sudah TST-lah (Tahu Sama Tahu): Kamu tahu aku cinta kamu, aku tahu kamu juga cinta aku, so jangan macam-macam lah…” Anda setuju?

Ada suami isteri jalan-jalan di Mall, saat pasangannya menggandeng tangannya, “Jangan, ah, malu… kayak orang lagi pacaran aja, risih!” So what! Romance in Marriage! Romance kan gairah cinta kepada pasangan kita. Kenapa ga boleh pegang-pegang? Apalagi kalau ditelusuri, ternyata gairah cinta berasal dari Tuhan yang mencipta manusia sebagai sexual being.

Dalam Able to Communicate, Allah Bapa, Allah Anak, dan Allah Roh Kudus saling berkomunikasi. Sehati, sepikir dan sekehendak. Karenanya, semakin mendekati gambar dan rupa Allah, manusia makin cakap berkomunikasi.

1. Cinta Kasih Allah dan Manusia

Berkaca pada konsep yang sama. Apakah romantisme akan semakin hilang dalam hidup kita? Seharusnya tidak. Semakin mendekati gambaran-Nya  tentu gairah cinta semakin membara. Makin memiliki cinta yang tak kunjung padam. Makin haus berdekatan dengan orang yang dikasihi. Kian mencintainya dengan kasih yang tak berhenti.

Kasih Allah Pada Manusia

Ngomong-ngomong, tahu dari mana Allah memiliki gairah cinta yang sedemikian kuat? 

Inilah I Love You-nya Tuhan pada manusia:

I have loved you with an everlasting love, I have drawn you with loving kindness.

Bagaimana kalau seorang suami mengatakan kata-kata di atas kepada isterinya? Pasti bahagia sekalee

Diterjemahkan, Aku mengasihi engkau dengan kasih yang kekal, sebab itu Aku melanjutkan kasih setia-Ku kepadamu. 

Kasih yang kekal, kasih yang selama-lamanya…! Itulah cinta kasih Tuhan kepada kita, begitu indah, sangat-sangat luar biasa, di luar batas pemikiran, kasih yang tidak ada habisnya.

Firman lainnya, Through the mountain be shaken, and the hills be moved, yet my unfailing love for you not be shaken.  Indah sekali…

Diterjemahkan, Sebab biarpun gunung-gunung beranjak dan bukit-bukit bergoyang, tetapi kasih setia-Ku tidak akan beranjak dari padamu dan perjanjian damai-Ku tidak akan bergoyang, firman TUHAN, yang mengasihani engkau. Yang ini nih ada lagunya.

Nah…ini hanya baru sedikit dari ayat-ayat yang menyingkapkan cinta kasih Tuhan yang sangat romantis. Bayangkan Tuhan berkata, “Walau gunung-gunung pindah dan bukit-bukit bergoyang, tetapi kasih setia-Ku tidak akan beranjak dari padamu.”

Hidup manusia penuh dengan dosa, kegelapan, kebusukan dan kelaliman. Tidak patut manusia menerima cinta kasih-Nya yang besar. Terlebih, kecenderungan hati manusia adalah dosa, kejahatan semata-mata. Tetapi kasih Allah itu terus…dan terus… tidak pernah gagal, tidak pernah berhenti.

Jawaban Manusia Pada Allah

Now, bagaimana jawaban manusia terhadap cinta kasih Tuhan? Pemazmur menuliskannya. 

O God, You are my God, earnestly I seek You, my soul thirst for you, my body lounge for you in a dry and weary land, where there is no water.

Jawaban pemazmur, mengungkapkan ia ingin berdekatan dengan Tuhan. Ya Allah, Engkaulah Allahku, aku mencari Engkau, jiwaku haus kepada-Mu, tubuhku rindu kepada-Mu, seperti tanah yang kering dan tandus, tiada berair.

Tanpa Allah, ia merasakan seperti tanah yang tandus, kering tiada berair. Kehadiran Allah membuat dia bersemangat, bergairah, penuh cinta kasih, dan memiliki pengharapan yang baru. Kala Tuhan pergi, rasanya kering kerontang, haus sekali!

As the deer pants stream of the water so my soul pants for you o God, my soul thirst for God, for the Living God, when can I go and meet with God. 

Seperti rusa yang merindukan sungai yang berair, demikianlah jiwaku merindukan Engkau, ya Allah. Jiwaku haus kepada Allah, kepada Allah yang hidup. Bilakah aku boleh datang melihat Allah?

Inilah cinta kasih Tuhan dan manusia. Kenapa manusia bisa mencintai Tuhan? Karena Tuhan mencintainya lebih dulu. 

Saat kita lihat ciptaan-Nya yang lain, ternyata burung pun dapat beromantis ria, bersiul-siulan sambil menempelkan tubuhnya. Masa manusia yang diberkati Tuhan tidak bisa romantis? Apalagi yang sudah diikat oleh cinta kasih Tuhan di gereja. 

Bunga dicipta begitu indah. Saya dulu pernah memberikan segenggam mawar merah kepada Liana. Wuahh, kalau sekarang sudah tidak pernah lagi karena sudah ada di kebun. Bunga begitu indah warnanya, ada yang merah, biru, kuning, oranye dan putih. Pada saat ada seorang yang merangkainya menjadi satu, keindahannya tambah semarak. Siapa pencipta bunga? Tuhan… Saya tidak bisa… (seperti lagu anak-anak saja). 

Saat berjalan di pantai, sunset. Suasana begitu memukau. Diiringi angin sepoi-sepoi dan ombak yang menderu memecah di tepi pantai. Membangkitkan romantisme dalam diri kita. Saya yakin Tuhan memiliki keindahan yang sarat gairah cinta yang dahsyat. Karenanya saya juga yakin bahwa setelah menikah, kalau dekat dengan Tuhan, sewajarnya kita memiliki gairah cinta yang sama, yang dapat kita curahkan pada sang kekasih hati. Setuju kan? 

Biasanya wanitalah yang ingin romantis-romantisan. Ingin kekasihnya membawa bunga, sayangnya jaman sekarang pria pada pelit-pelit tidak mau beli bunga lagi. Why don’t say it with flower? Boros! Satu dua hari layu.

Romantisme lebih dari sekedar bunga. Lebih dalam lagi, romantisme adalah perasaan dikasihi. Romantisme ini bisa didapatkan kalau kita berdekatan dengan Allah, karena manusia dicipta serupa dan segambar Allah. 

2. Penghalang Romantisme Suami Isteri

Kalau begitu, siapa yang mengusir romantisme dari pernikahan?

Ketika masa pacaran, biasanya sangat romantis karena diisi keindahan. Kehidupan seperti di awan: nonton, ngobrol, makan bersama, pacaran ya begitu, belum ada tanggungjawab, kita hanya jalani, dan menikmati. Namun setelah menikah, ada tanggung jawab yang merebut romantisme tersebut. 

Dalam mengupayakan romance in marriage mari kita hayati  kasih Tuhan yang telah menebus kita. Ia mau datang ke dunia, sehingga kita dapat bersatu kembali dengan-Nya. Betapa besar cinta kasih-Nya kepada kita. 

Walau demikian, ada lima penghalang romantisme dalam pernikahan:

  1. Kesibukan.

Pasangan suami isteri (pasutri) jaman sekarang memang terjerat kesibukan, dari pagi sampai malam. Hari demi hari lewat begitu cepat. Baru bangun, tahu-tahu sudah malam lagi. Tiap hari berputar seperti itu. Kesibukan pasti jadi penghalang romance. Sibuk apa saja?

  1. Sibuk Cari Uang.

Sibuk cari uang untuk bayar cicilan. Cicilan rumah, mobil, HP, credit card, dan rupa-rupa lainnya yang tak terhitung. So, sibuk membayar kebutuhan rumah tangga itu sendiri. Malah ada yang biaya pesta pernikahannya pun kredit! Saat kemeriahan pesta sudah lewat, eh…mesti bayar cicilan, sehingga pernikahan tidak pernah bisa dinikmati. Cicilannya dahsyat karena yang menikah sombong banget, pesta dibuat mewah, ingin meninggikan diri. Padahal ngutang.

Ada juga yang berpikir kekayaan adalah sumber kebahagiaan, orientasinya adalah uang. Padahal kalau kita bersandar saja pada Tuhan, Dialah yang menyediakan segala sesuatu bagi kehidupan kita. Janji Tuhan, “Sebab itu janganlah kuatir akan hari esok, karena hari esok mempunyai kesusahannya sendiri, kesusahan sehari cukuplah untuk sehari.”

Sebelumnya Yesus berkata, Semua itu dicari bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah. Akan tetapi Bapamu yang di sorga tahu, bahwa kamu memerlukan semuanya itu.  Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu. 

Inilah janji Tuhan, seharusnya bisa mengerti bahwa kita jangan mati-matian sibuk. Ga perlu! Bergantung total saja pada Tuhan, maka kelimpahan akan dicurahkan-Nya pada Anda.

  1. Sibuk Pelayanan.

Rapat sana rapat sini. Hati-hati dengan kesibukan pelayanan. Jika lebih dari 3 kali dalam seminggu ada di gereja pasti salah satu dimensi rumah tangga sedang rusak. Karena sibuk pelayanan, akhirnya hubungan pasutri tidak hangat lagi. Pelayanan seringkali kita kaitkan dengan prioritas utama hidup kita. Prioritas nomor satu adalah TUHAN, itu benar. 

Namun, jika mengasumsikan pelayanan di gereja = memprioritaskan Tuhan. Jelas salah besar! Ada yang berpikir: Pelayanan No. 1, keluarga No. 2. Padahal Tuhan tidak sama dengan pelayanan. Tuhan juga mau kita bertanggung jawab atas keluarga, kesehatan, dan pekerjaan. Tuhan hadir di seluruh dimensi itu.

Tidak harus pelayanan menjadi No. 1, kadang-kadang isteri jadi No. 1, loh kok? Ya iya kalau dia sakit, kan jadi No. 1, harus kita rawat sampai sembuh.

Jika pelayanan telah menghabiskan diri, sampai hubungan suami-isteri sedingin Kutub Utara, waspadalah! Kita harus memberikan keseimbangan di dalam dimensi kehidupan kita. Pelayanan yang terbaik bagi pasutri adalah melayani berdua istilahnya “Couple Ministry.” (Lihat Bab 4 Adventure of Living).

  1. Kesibukan As Happiness.

Ada juga orang yang mencari kebahagiaan dari kesibukan yang ia lakukan. Semakin sibuk, semakin bahagia. Merasa diri penting. Merasa tidak penting jika nganggur-nganggur tak ada kerjaan. Ini kecelakaan besar bagi keluarga. 

Saya pernah ketemu orang yang dengan bangga berkata, ”Saya tidak punya waktu untuk isteri, saya tidak punya waktu untuk keluarga, saya tidak punya waktu untuk pelayanan bahkan saya tidak punya waktu untuk istirahat. Saya harus bekerja. Kalau saya tinggalkan, pekerjaan itu macet semua. Ngeri ya…punya pasangan kayak gini. Prinsip hidupnya: NO Romance! Say YES to Work! Merdeka! Salah….! Yang benar…Hidup Terjajah!

Menghadirkan romance membutuhkan suasana dan energi. Romance tidak bisa dilakukan dalam kelelahan, hanya dapat sisa-sisanya saja.

  1. Stress dan Kelelahan Mental.

Dari kesibukan muncullah stress dan kelelahan mental.

Dari penelitian 4 Badan Dunia: The Global Burden of Disease, Bank Dunia, WHO (Organisasi Kesehatan Dunia), dan Harvard University menyingkapkan pada tahun 2020 depresi akan menjadi penyebab utama Disability di Asia.

Ciri-ciri depresi: hati kosong, hilang minat, energi turun, over sleeping/ tidur melulu atau susah tidur, tidak nafsu makan, sulit ambil keputusan, rasa diri tidak berharga, cepat tersinggung, marah-marah, plus pikiran negatif.

Depresi ada yang ringan dan berat. Jika berat, perlu bantuan konseling, supaya kembali able. Jika dibiarkan, depresi bisa semakin parah mengakibatkan disability. Orang yang depresi tidak bisa romance. Romance butuh kreativitas, dan minat. Dia malah sudah malas melihat pasangan. Pikiran negatif terus, marah terus, pasangan so pasti bete ketika berada dekat dengan dia.

Apa itu disability? Tidak mampu.

Ketidakmampuan bekerja, belajar, berkompetisi, dan melayani Tuhan. Tidak sanggup berpikir normal dan tidak mampu memelihara keutuhan rumah tangga. Akibatnya, menyembunyikan diri, pasif, diam aja, diajak ngomong tidak respon. Jika bekerja pun tidak cakap berkompetisi lagi. Akhirnya, lumpuh.

Adakah Anda merasakan gejala-gejala ini? Ini adalah batu besar bagi kehidupan pernikahan. Akhirnya, kita tidak lagi menemukan keberadaan bersama pasangan sebagai hal yang nikmat dan indah. 

Bagi orang depresi, keberadaan pasangan malah menyebalkan, karena dia sedang menyembunyikan diri.

Kenapa orang depresi ?

Karena fokus hidupnya hanya pada hasil…hasil…dan hasil. Dia lupa bahwa hidup juga adalah relasi dengan Tuhan dan manusia. Yesus Kristus datang ke dunia untuk memulihkan relasi tersebut. Dosa telah menghancurkan relasi itu. Tuhan tidak lagi bisa menerima manusia yang berdosa, tetapi Kristus telah mati di atas kayu salib, Dia telah menebus kita dari dosa, sehingga relasi yang rusak itu dipulihkan! 

Karenanya, relasi dengan Tuhan dan orang yang kita kasihi menjadi segala-galanya.

Beberapa waktu yang lalu saya melihat di Mall, suami isteri yang sudah tua sekali. Rambutnya sudah putih, tapi masih bergandengan tangan. Sangat menawan! Jika melihat anak muda gandengan tangan biasa, tidak aneh. Tapi kalau sudah menikah puluhan tahun, jalannya masih gandengan sungguh ajaib! Ternyata lemnya masih kuat! Lemnya Lem Besi.

MASUKKAN BOX

Three Ring

Ada tiga macam cincin (ring) pernikahan. Sebelum menikah, kita kenakan cincin pertunangan (Engagement Ring). Waktu menikah dan berkata: Yes, I Do kita bertukaran Wedding Ring. Setelah menikah kita kenakan satu cincin lagi yaitu Suffer Ring. (penderitaan). Ha-Ha-Ha.

Ini beneran loh. Kehadirannya memang tidak disukai. Walau demikian, penderitaan tak selalu buruk. Kitab Suci katakan, penderitaan justru membentuk karakter, menghasilkan ketekunan dan memaksa kita mencari wajah Tuhan. Kitab suci membalikkan konsep penderitaan. Dia malah cakap mengokohkan manusia, demikian juga dalam pernikahan. 

Salah satu penderitaan yang inevitable adalah beradaptasi terhadap perubahan-perubahan yang terjadi. Ada suami atau isteri yang tidak kuat menjalani proses ini. Kenapa? Karena ada suami yang menemukan isterinya tidak mau berubah. Udah dikasih tahu masih begitu aja, demikian pula si isteri melihat suami, juga same-same (baca: sama saja). 

Perlahan-lahan tapi pasti mereka menjauh. Ketika suami tidak bisa mengontrol isterinya, suami menenggelamkan diri dalam pekerjaan. 

Isteri lari kemana? Ke anak-anak. Anak-anak jadi mainan. Pelan-pelan suami isteri ini terpisah. Jujur saja, tidak ada lagi romance di antara mereka, karena tidak cakap mengenakan Suffer Ring.

Berdekatan dengan orang yang dikasihi, sambil menyadari masing-masing orang berdosa, tidaklah mudah. Kalau tidak ada kasih Kristus, tidak mungkin dapat bertahan dalam suffering ini. 

BOX SELESAI

  1. Anak-anak.

Kenapa anak-anak mengganggu romance? Anak-anak memang anugrah Tuhan. Mereka memberi warna-warni yang indah dalam hidup kita, anak-anak seringkali mempererat relasi suami isteri. Namun di sisi lain, anak-anak dapat juga memisahkan keintiman suami isteri. Kehadiran mereka membuat kasih terbagi, kasih yang tadinya buat suami saja sekarang dialihkan kepada anak. 

Dalam pernikahan, pengorbanan dan mau melayani sangat penting. Dulu sebelum menikah, ketika lelah kita dapat langsung beristirahat, namun setelah menikah, saat cape, apa bisa langsung tidur? Kita harus  mendahulukan anak-anak. Mereka perlu diurus, very time consumed. Kalau tidak hati-hati jelas anak-anak berpotensi mengganggu romance suami isteri.

Kondisi di mana anak sudah mengganggu:

  • Jam tidur 

Jika 5 – 7 malam seminggu, anak-anak tidur di atas jam 9 malam, pasti suami dan isteri susah ngobrol. Kalau ngobrol pun sudah tidak nyambung karena sudah kecapean. Kami pernah mengalami hal ini, akhirnya merasa kosong satu sama lain. Boro-boro romance, pegangan tangan saja sudah malas. Ga ada setrumnya. 

  • Kamar tidur

Kunci kamar tidur ternyata sudah berkarat, kenapa? Tidak pernah diputar. Sehingga tidak ada batasan wilayah (border) yang jelas antara privat dan umum. Anak-anak harus mengetahui, ketika papa mama ada di kamar, mereka tidak boleh masuk, atau jika masuk harus ketok dulu. Hal ini perlu diajarkan pada anak-anak. 

Tetapi, bagaimana jika anak-anak sekamar dengan orang tua? Nah…tambah jelas deh dari hari ke hari mereka dilibas anak. Suami isteri sudah hilang mood. Bayangkan saja tidurnya, suami isteri tidur di ujung-ujung ranjang, anak di tengah-tengah. Makin banyak anak semakin jauh jarak suami isteri. Sampai terpaksa suami tidur di lantai, jelas tidak tahan dan kabur ke kamar yang lain. Romance is gone! 

  • Waktu bersama

Ketika harus memilih: ada kesempatan ngobrol dengan pasangan, atau bermain bola dengan anak, kita selalu memilih main bola…kita lebih suka bersama si kecil. Jadi repot nih. Harusnya diatur. Pasangan juga perlu diperhatikan, dilayani, dan diajak ngobrol tanpa diganggu anak. 

Coba usahakan seminggu sekali berdua saja tanpa kehadiran si buyung. Ciptakan sistem keluarga “Husband and Wife Center”. (Jelasnya lihat di akhir Bab ini). 

  1. Perbedaan Romance Pria dan Wanita

Bagi Pria, Romance is Passion, berkaitan dengan seks.

Untuk Wanita, Romance is Intimacy, berkaitan dengan ikatan emosi, pengalaman berdekatan dan perasaan dikasihi.

Dengan perbedaan ini, suami isteri harus belajar saling memberi. Isteri yang cakap memberikan seks kepada suami. Suami yang baik memberikan pengalaman intimacy atau perasaan berdekatan pada isteri. Setelah terjadi kesalingan baru romance langgeng di antara mereka. 

  1. Kemarahan dan konflik yang tidak terselesaikan.

Bagaimana menyelesaikan konflik? Menjadikannya sebagai kesempatan guna mendekatkan suami isteri. Jika ada kemarahan, sebetulnya relasi intim suami-isteri sedang terusik. Jika tidak diselesaikan, niscaya romance menguap cepat. Ada kekeringan dalam hubungan itu. (Balik ke Bab 3 Resolving Conflict untuk pembahasan tuntas).

3. Sexual Intimacy

Setelah membahas gairah cinta dan penghalangnya, harap-harap Tuhan menularkan pada Anda dengan dahsyat! Gairah cinta dapat dinikmati dalam pernikahan, puncaknya adalah seks yang Tuhan anugerahkan pada suami isteri. Tidak boleh terpisah, seks harus selalu dikaitkan dengan intimasi. Artinya apa? Dalam berhubungan seks, manusia mengalami keintiman dengan orang yang dikasihi. Jadinya MAKIN MENGENAL dan DIKENAL. Seks tanpa intimasi adalah skandal.

Jelas tujuan seks agar suami-isteri menjadi dekat. Tetapi, dari zaman baheula sampai sekarang orang-orang sudah jatuh dalam dosa, akhirnya melihat seks itu hanya untuk seks saja. Tidak dikaitkan dengan kedekatan hubungan emosi suami isteri. Suami isteri bisa berhubungan seks tetapi tidak akrab, tidak saling mengenal, bahkan bisa berhubungan seks tanpa kasih. 

Melalui firman Tuhan kita meyakini, seks adalah anugrah Tuhan. Seks bukan dosa, seks tidak kotor, seks bukan hal yang najis. Seks malah menunjukkan keutuhan diri kita sebagai manusia. Seks adalah identitas kita.

IDENTITAS. Seks tidak sempit seperti yang ditonton di film-film saat sang aktor dan artis berciuman. Ini fenomenanya saja. Seks yang sesungguhnya adalah identitas manusia. 

Identitas ada beberapa, misalnya manusia sebagai Social Being berarti suka bersosialisasi dengan orang lain; Spiritual Being artinya suka sekali hal-hal rohani, berdoa, beribadah dan merindukan Tuhan; binatang tidak pernah kelihatan mojok berdoa bukan? Nah, Sexual Being artinya manusia normal suka, bahkan suka sekali berhubungan seks.

Jangan lupa! Manusia adalah mahluk rohani dan mahluk sosial. Tetapi juga mahluk seks. Artinya jelas. Anda mahluk seks pria atau wanita? Identitas yang jelas datangnya hanya dari Tuhan. Tapi kasihan, banyak orang bingung dengan identitas seks-nya. 

MASUKKAN BOX

Pria atau Wanita?

Satu waktu saya belanja kebutuhan rumah tangga dengan Liana di sebuah Mall di Jakarta. Sudah mau pulang, kami bawa belanjaan di kereta dorong, berat sekali. Keluar dari basement menggunakan travelator, bingung arah parkir ke mana ya? Males ah muter-muter… Pepatah bilang, malu bertanya sesat di jalan.

Di depan toko, kami melihat seorang pria berdiri gagah. Kemudian kami tanya,” Mas, jalan keluar ke tempat parkir yang dekat lewat sana atau ke arah sini?” Sambil tangan saya menunjuk ke kiri dan ke kanan. Yang mengejutkan, apa jawabnya? ”Oh, arahnya ke sana.” Dengan nada lemah gemulai dan jari lentik menunjuk ke kanan. Ternyata bences. Kami kaget dan nyengir bersamaan, gak sangka gitu loh.

Sang pria rupanya bingung dengan identitas seksnya. Secara fisik jelas dia pria tetapi suara dan gayanya kewanita-wanitaan. 

BOX SELESAI

Manusia seutuhnya Must Be Sexual. Ketika Allah datang ke dunia. Tuhan Yesus pun Sexual Being. Ia berinkarnasi dalam tubuh laki-laki. Seks pada dirinya baik, bahkan beautiful. Maka sebelum jatuh dalam dosa, Allah ingin manusia berhubungan seks dan beranak cucu. 

Bahkan saat Adam bangun, dan menemukan Hawa, wuah, ia senang sekali! Adam sexually active dengan Hawa. Nah, pria membutuhkan wanita karena sexually different. Dalam perbedaan ini, keduanya saling membutuhkan.

Sex Before Fall dan Sex After Fall

Sex Before Fall

Before Fall, Tuhan menciptakan seks indah sekali. Kala Adam bangun melihat Hawa, wah sexually different! Adam sangat tertarik kepadanya. Tidak pernah ada satu mahlukpun di Taman Eden yang begitu menyita perhatiannya! Adam pria, Hawa wanita, ada lem AIBON yang kuat dan meresap cepat. Kemana-mana selalu berdua tidak bisa dipisahkan. Setiap ada kesempatan selalu berhubungan seks, saling menikmati satu sama lain. Asyik ya?!!

Apa fungsi seks? Menjadi satu daging. Dalam bahasa Ibrani berarti saling mengenal. Waktu Adam bersetubuh dengan Hawa, mereka saling mengenal satu sama lain. Adam jadi tahu apa kesukaan Hawa, demikian sebaliknya. Luar biasa! Melalui seks ada pengenalan yang mendalam di antara mereka. 

Setiap hari pengenalan ini bertumbuh melalui hubungan seks itu. Seks membuat keduanya tidak ingin berpisah, membuat keduanya asyik ngobrol banyak hal. Ada-ada saja yang dibicarakan. Jadi seks mengikat hubungan pria dan wanita. To love and to be loved.  Manusia butuh untuk dikasihi dan mengasihi. 

Seks menghasilkan keintiman yang luar biasa dahsyat!

Sex After Fall

Setelah manusia jatuh dalam dosa, apa yang terjadi?  

Seks terpisah dari tujuannya semula. Saling mengenal hilang. Adam dan Hawa malu akan ketelanjangannya dan berusaha menutupi kemaluan mereka. Adam dan Hawa mulai asing. Keinginan berhubungan seks jelas masih kuat, tetapi keinginan mengenal? Sudah lenyap, apalagi tubuh sudah ditutup sedemikian rupa, malu ah kalau ketahuan aku orangnya seperti apa…

Akhirnya, manusia melakukan hubungan seks hanya untuk seks. Pemuas nafsu pada saat jam biologis sudah berbunyi. Kring! Kring! Seks yang dimaksud Tuhan sebagai alat membangun keintiman suami isteri, malah dipakai menjadi alat memuaskan hawa nafsu. 

Makanya, orang pergi ke pelacur, mencari wanita untuk berzinah. Apakah ada kasih di antara mereka? Pasti tidak ada. Hanya untuk memenuhi kebutuhan insting yang menuntut dipuaskan. Seks yang agung, indah dan suci cuma jadi insting untuk melanjutkan kehidupan. Seperti insting makan, saya lapar, cari makan. Saya butuh seks, cari perempuan. Padahal beda sekali insting makan dengan seks!

Saat ke pelacur, apa ada keinginan mengenal? Pasti tidak, lah wong tiap hari bisa bergonta-ganti wanita kok. Yang penting experiencing-nya, makin banyak wanita makin seru rasanya.

Jadi, seks berubah fungsi menjadi alat pemuas jiwa manusia yang hampa dan sunyi. “Saya merasa kosong, saya merasa kesepian, bagaimana ya untuk mengisinya?” Nah, mengisinya dengan kepuasan seks. Inilah cara instant membuang kesepian yang mencekam. Seyogyanya kesepian dihapus dengan membangun relasi dengan pasangan yang kita kasihi. 

Keberdosaan manusia juga membuat pengembangan seksual intimasi disalah tafsirkan. Macam-macam ekses muncul dimana suami-isteri diperbudak oleh kesibukan pernak-pernik seksual saja. Menghiasi kamar tidur untuk menambah gairah, gonta-ganti parfum yang merangsang, operasi plastik, liposuction, berhias berjam-jam, sampai memperhamba diri kepada alat-alat kecantikan, berdiet tapi motivasinya tidak berhubungan dengan kesehatan sama sekali, sampai kurus kering ceking ramping bagai tiang listring (baca: listrik).

Manusia dengan identitas seksual seharusnya menjadi subjek, tetapi dosa merendahkan manusia menjadi objek seks. Objek yang diperalat secara seksual. Media massa tidak kalah gencarnya membuat wanita sebagai objek. Iklan-iklan di TV, semua wanitanya cuantik-cuantik, sueksi-sueksi, luangsing-luangsing dan putih-putih. Akhirnya, semua wanita di seantero jagad mimpi seperti itu. 

Mereka berjuang dengan cara apapun, dengan harapan supaya sang suami tetap tertarik kepada tubuhnya, kalau tubuh bagus jadi percaya diri. Pasti aku bisa menjalin hubungan dengan suami. Terjadilah proses dehumanisasi. Membuang banyak waktu untuk merendahkan martabat manusia hanya untuk seks saja.

Seks Dipulihkan Ke Dalam Pernikahan

Tetapi, Puji Tuhan! Tuhan memulihkan keberdosaan seks ke dalam pernikahan! 

  1. Seks dapat dinikmati dan dipuaskan dalam pernikahan.

Tetapi supaya tidak tergoda untuk berbuat hal-hal yang tidak patut, lebih baik setiap laki-laki mempunyai isterinya sendiri dan setiap perempuan mempunyai suaminya sendiri. 

Hendaklah suami memenuhi kewajibannya terhadap isterinya, demikian pula isteri terhadap suaminya. 

Isteri tidak berkuasa atas tubuhnya sendiri, tetapi suaminya, demikian pula suami tidak berkuasa atas tubuhnya sendiri, tetapi isterinya. 

Janganlah kamu saling menjauhi, kecuali dengan persetujuan bersama untuk sementara waktu, supaya kamu mendapat kesempatan untuk berdoa. Sesudah itu hendaklah kamu kembali hidup bersama-sama, supaya Iblis jangan menggodai kamu, karena kamu tidak tahan menahan nafsu.

Seks sangatlah indah, thriling dan menggairahkan! Seks di luar pernikahan merusak dan menghancurkan, karena tidak ada berkat Tuhan di sana. Melalui kematian dan kebangkitan Kristus, Tuhan memulihkannya ke dalam pernikahan, berkat Tuhan ada melaluinya. 

Melalui pernikahan, Tuhan menginginkan manusia berhubungan seks secara aktif dan kembali menikmati keindahan dan kegairahan yang terhilang. 

Dari bagian firman Tuhan tadi, kita bisa menyimpulkan beberapa hal:

  • Suami dan isteri sama-sama memiliki kebutuhan seksual. Harus saling memuaskan dalam pernikahan.
  • Manusia memang diciptakan seksual being, jadi memang mempunyai kebutuhan seksual. Harus dipenuhi dalam pernikahan. Artinya tidak boleh mencari kepuasan seks di luar nikah.
  • Ada kata “saling”, berarti harus sama-sama. Bukan hanya seorang saja yang dipuaskan. Bukan hanya satu pihak saja yang berinisiatif, sementara pihak lainnya pasif. Tetapi On berdua!
  1. Suami isteri harus sadar bahwa tubuhnya sekarang bukan milik sendirinya. Firman Tuhan berkata, isteri tidak berkuasa atas tubuhnya sendiri, tetapi suaminya. Suami tidak berkuasa atas tubuhnya sendiri tetapi isterinya. Orang yang sudah menikah, tubuhnya bukan lagi miliknya sendiri tetapi milik  pasangannya. 

Ketika pasangan menginginkan, ia harus memberikan tubuhnya. Ini menjadi salah satu poin yang harus kita sadari. Saya menemukan begitu banyak pasangan suami isteri yang salah satunya berkata ,“Saya mau, tetapi dia tidak mau, dia menolak.” 

Biasanya wanita yang menolak, karena lelah dengan pekerjaan di rumah. Mengurus ini itu, tahu-tahu suami pulang, eh minta seks lagi…seks lagi… Capee aaH…

Seks yang telah dipulihkan Tuhan ada intimacy-nya. Seks dimulai dengan ngobrol-ngobrol, lihat-lihatan, tatap-tatapan, pegang-pegangan, dilanjutkan ngobrol lagi. Pelan-pelan mulai saling meraba, mungkin awalnya tidak ada rencana untuk melakukan seks pada hari itu, tapi karena ada intimacy, akhirnya hubungan seks happened!

Saya menyadari, kalau menjadi objek seks, setiap ketemu seks melulu, pasti akan sangat melelahkan dan merasa dimanipulasi. Tapi mari menggarisbawahi poin tadi, bahwa kita bukan milik kita sendiri lagi, tetapi milik pasangan kita. 

Kita telah dipersatukan dalam cinta kasih tersebut. Berarti suami isteri keduanya sadar, kalau cuma isteri saja, tapi suaminya tidak, wah bisa repot. Isteri jadilah diperalat.

3. Hubungan seks suami isteri harus menjadi kebiasaan terus-menerus. Dikatakan, jangan berpisah, karena kamu tidak tahan bertarak (berpuasa seks). Pasti ada keinginan itu, karena sebagai manusia normal, ada sexual drive.  Perintah Tuhan, suami isteri tidak boleh berjauhan, kecuali sebentar saja!

Sebuah riset majalah Red Book di Amerika menyimpulkan bahwa dari 100.000 wanita, hasil survei menjelaskan, orang-orang yang religius mengalami marriage fullfilment, termasuk hubungan seksnya mengalami kepuasan. Sedangkan, yang tidak religius lebih sedikit fullfilment-nya. Rupanya, ketaatan beragama dan pengetahuan akan Tuhan membuat mereka menjaga kekudusan seksual, jadi mereka tidak menjadikan dirinya objek seks. 

Sedangkan riset Tim dan Beverly LaHaye di bukunya “The Act of Marriage”, meriset dari 98% yang sudah lahir baru dalam Kekristenan – hasilnya lebih tinggi 10% dari yang Red Book nyatakan, dalam hal sexual enjoyment.

Maksudnya, frekuensi love making dalam sebulan lebih banyak kuantitasnya. Para wanita lahir baru lebih aktif dalam mengambil peranan love making. Tidak hanya pasif menunggu suami, tetapi aktif mengajak berhubungan seks. Juga sadar untuk tidak menolak suami jika suami sedang bergairah. Saat berhubungan seks, wanita juga berpartisipasi aktif mencapai kepuasan orgasme. Indah ya…

Saya yakin, bahwa ini adalah suatu kesadaran yang berasal dari Tuhan, Roh kudus yang telah hadir dalam diri orang Kristen lahir baru mengiluminasikan apa fungsi seks, bahkan memberikan dorongan seks. Jadi, seks bukan sesuatu yang najis, tetapi justru bersumber dari Allah yang kudus.

Seperti yang pernah kita bahas, Our God is So Romantic, So Am I!

4. Inner Beauty dan Kecantikan Fisik.

Begitu juga kamu, hai isteri-isteri, tunduklah kepada suamimu, supaya jika ada di antara mereka yang tidak taat kepada Firman, mereka juga tanpa perkataan dimenangkan oleh kelakuan isterinya, jika mereka melihat, bagaimana murni dan salehnya hidup isteri mereka itu. 

Perhiasanmu janganlah secara lahiriah, yaitu dengan mengepang-ngepang rambut, memakai perhiasan emas atau dengan mengenakan pakaian yang indah-indah, 

tetapi perhiasanmu ialah manusia batiniah yang tersembunyi dengan perhiasan yang tidak binasa yang berasal dari roh yang lemah lembut dan tenteram, yang sangat berharga di mata Allah. 

Sebab demikianlah caranya perempuan-perempuan kudus dahulu berdandan, yaitu perempuan-perempuan yang menaruh pengharapannya kepada Allah; mereka tunduk kepada suaminya, 

Yang dikehendaki Tuhan adalah kesalehan hidup para isteri. Perhiasannya bukan yang lahiriah: dikepang-kepang, di make-up. Tetapi dalam batiniah, yang tersembunyi yaitu lemah lembut dan tenteram, sesuatu yang sangat berharga di mata Allah. 

Ada dua dandanan batiniah (inner beauty) yang harus dicapai:

  1. Menaruh harapan pada Allah.
  2. Tunduk pada suami.

Bukan berarti isteri dilarang berdandan. Tetap harus make up dong, agar selalu tampil baik dan menarik. Hanya saja, jangan sampai isteri menghabiskan seluruh waktunya untuk berdandan, apalagi gara-gara kemakan iklan. Wah di TV ada iklan wanita cantik, aku harus secantik artis tersebut, supaya tetap mendapat tempat di hati suamiku. 

Kalau semangatnya seperti itu, pasti akan makan waktu berjam-jam, mengepang rambut, merias muka, matut-matut diri depan cermin sampai cerminnya bosan, loe lagi loe lagi… Akhirnya urusan rumah tangga jadi terbengkalai. Lupa merawat suami dan anak.

Terutama urusan relasinya dengan suami. Suaminya mungkin ingin ngobrol, tapi isteri sedang dan sedang berdandan untuk memenangkan hati suaminya. Padahal yang dibutuhkan suami justru relasi, ngobrol-ngobrol berdua. 

Mari Balance! Dalam sexual intimacy, perlu tampil sebaik mungkin, menarik dan merawat diri. Tetapi jangan sampai menghabiskan waktu berjam-jam, melupakan segala sesuatu, demi supaya tetap cantik. Kalau seperti itu, suamilah yang merana dan serba salah.

Sadarlah! Kita semua pasti tergerus oleh waktu yang terus berjalan, semakin tua pasti akan semakin jelek. Nenek saya telah membuktikannya. Fisik manusia perlahan-lahan menjadi lemah, kulit kendur dan keriput. Siapa yang bisa melawan proses ini? Bagai menantang matahari!

Lain halnya dengan batiniah (inner), makin tua, bisa dibuat semakin indah. 

Inner bersifat permanen. Sesuatu yang Allah dan kaum pria senangi. Roh lemah lembut dan ketentraman adalah sisi feminin yang jarang ada pada pria. Karenanya, sangat dibutuhkan mereka. Inner yang berasal dari Tuhan akan everlasting menjadi kenangan sepanjang hidup masih dikandung badan. Sampai anak cucu, keindahan inner seorang wanita tidak akan terlupakan. 

Kesimpulannya, merawat diri perlu hikmat Tuhan. Baik innernya maupun fisikal, dua-duanya harus bertumbuh setara. Ada suami berkata, hal pertama yang TIDAK dilakukan isterinya adalah merawat diri. Ini membuatnya frustasi. Pria sebenarnya membutuhkan wanita berdandan. Di Bab 1 sudah dibahas, salah satu kecakapan isteri adalah merawat diri, sehingga suamipun berhasil di pintu gerbang (baca: dalam pekerjaan). Rawatlah diri dengan bijaksana!

5. Hati-hati dengan pornografi. Manusia yang berdosa, bisa terjebak dalam pornografi, termasuk suami isteri. “Kalian tahu bahwa ada ajaran seperti ini: Jangan berzinah. Tetapi sekarang Aku berkata kepadamu: barangsiapa memandang seorang wanita dengan nafsu berahi, orang itu sudah berzinah dengan wanita itu di dalam hatinya.”

Tuhan Yesus memberikan definisi konkrit tentang zinah. Apa yang dimaksud dengan berzinah? Berzinah bukan hanya soal berhubungan seks dengan wanita. Zinah dimulai sejak melihat, memandang, serta menginginkan wanita dalam hati. Karenanya kita harus hati-hati pada pornografi. 

Melihat wanita seksi di majalah, melihat hubungan seks di film-film, semuanya merangsang nafsu seksual, tetapi ada yang salah, nafsu seks muncul tanpa kasih. 

Yang dilihat di majalah dan di TV itu siapa? Sama sekali tidak kenal tetapi kok bisa memacu keinginan bersetubuh? Inilah pornografi, inilah yang Tuhan Yesus katakan memandang wanita dan menginginkannya. 

Celakanya, ada suami isteri berhubungan seks menggunakan pornografi, sehingga makin lama makin memisahkan intimasi di antara mereka. Seharusnya, sebelum berhubungan ada foreplay, mereka dapat bercakap-cakap dan saling merangsang, tetapi karena mau instan foreplay-nya diganti pornografi. Pornografi menghancurkan intimasi suami isteri. Setelah berhubungan seks dan kelelahan, tidak terjadi percakapan lagi, suami langsung tidur meninggalkan isteri yang bengong sendiri.

Saya menegaskan, suami isteri, tidak boleh menggunakan pornografi sebagai sarana berhubungan seks. Seharusnya dimulai dengan intimacy, agar terangsang oleh tubuh pasangannya. Bukan terangsang oleh tubuh orang-orang tidak dikenal dalam pornografi tersebut. 

Seks yang agung dan indah tidak menjadikan manusia hanya sebagai objek pemuas hawa nafsu. 

Masuklah dalam keindahan seks seperti yang Tuhan inginkan, maka sampai masa tua, sexual intimacy dapat Anda nikmati bersama kekasih Anda.

4. “My Wife, My Best Friend”

Kenapa motto My Wife or  My Husband Is My Best Friend menjadi syarat Romance in Marriage? Sebelum melangkah lebih dalam, mari kita melihat apa yang C. S. Lewis katakan,“Jika dua orang yang berlainan jenis menjalin persahabatan, maka persahabatan itu akan hilang dengan mudah. Mungkin akan hilang pada setengah jam pertama, dan berubah menjadi hubungan cinta erotis.” 

Bahayanya Bersahabat Dengan Lawan Jenis

Persisnya, mudah sekali untuk menjalin romance dengan lawan jenis yang selalu berada dekat kita, apalagi kalau lagi kesepian karena tidak diperhatikan pasangannya. Secara resmi sih sudah menikah, tapi akrabnya dengan orang lain. Teman Tapi Mesra kalee! Gawat itu namanya!

Apakah dua orang yang berlawanan jenis tidak boleh bersahabat?

Tidak boleh, lah wong hubungan cinta erotis gampang sekali mampir jika kita berdekatan dengan lawan jenis. Mengapa demikian?

Mari kita menguliti hal ini melalui penjelasan Paul Steinberg, ”The Triangle of Love.” Nanti kita paham dari mana datangnya cinta… 

Menurut Paul, cinta bukan hanya satu dimensi, tapi tiga. Romance dimulai dari mana? Intimacy. Intimacy itu apa sih? Berdekatan. Merasa saling membutuhkan. Enak berduaan, bisa ngobrol-ngobrol, curhat dan guyon. Tahu-tahu muncul perasaan, ngobrol sama orang ini kok… ENAK Ya… 

Sosok love yang bergairah dan bikin mata gelap, plus ekornya bikin selingkuhan dimulai dari hal-hal sederhana. Ngobrol-ngobrol. Karena terasa enak, maka diulang. 

Kalau lagi jalan-jalan, tahu-tahu ketemu makanan LeZaTo. Tanpa diperintah besok-besok kita pasti balik lagi, ketagihan. Abis Mak Nyus sih kata Bondan Winarno. Sama. Ngobrol dengan lawan jenis di luar pernikahan juga begitu. Tahu-tahu rasa Mak Nyus ngobrolnya. Besok hari hati ketagihan deh. Mencari dia lagi. “I’ll Be Back,” kata Arnold Suasanaseger. Pemeran Terminator 1, 2, dan 3.

Umpama, saat itu relasi suami isteri suam-suam kuku. Panas tidak, dingin pun ogah. Apa yang terjadi selanjutnya? Gampang ditebak. Statusnya masih suami si A atau isteri si B. Tetapi, menjalin intimacy dengan si C. Kita pikir No Problemo. Padahal sisi love yang pertama sudah mengintip.  

Jangan heran perselingkuhan itu diawali intimacy. Gara-gara suka ngobrol. Mulanya teman biasa.

Habis Intimacy muncul apa? 

Terbitlah Passion seperti matahari pagi yang bersinar terang menyinari bumi. Dia datang tanpa diundang. Terjadi begitu saja. Tidak ada rumusnya. Mulai ada gejolak di dalam hati. Begitu ketemu, aduh deg-degan, pengen deh menyentuh tangannya yang halus itu, jari-jarinya yang lentik, membuat gemas. 

Apalagi kalau dia lagi curhat sedih. Wah, kita ingin sekali menghiburnya. Ah, tidak apa-apalah tepuk-tepuk punggungnya supaya tenang. Lalu pegang tangannya, beri kekuatan motifnya. Tahu-tahu, ujung-ujungnya sudah pelukan. Kita pikir itu tidak apa-apa, padahal sudah kenapa-kenapa. Jujur! Bagi kita tidak ada apa-apa. Suer deh! 

Tapi bagi si dia tidak demikian. Kalau Anda seorang pria, dan dia wanita. Dia sudah merasakan penghiburan luar biasa. Umpama suatu ketika ia sedih lagi, maka otomatis dia mencari Anda. Nah loh, itulah passion. Sangat emosional, tidak pernah rasional. 

Emosi yang bergairah muncul begitu saja. Ketika menguasai, rasio hilang tidak tentu rimbanya. Tidak pandang mata, tidak pandang bulu. Nyaris tidak masuk di akal. Hubungan seks pun seketika bisa terjadi. Kalau waktu dan situasi ditambah tempatnya memungkinkan. Sangat berbahaya!!!! Nah, itulah sisi segitiga yang kedua.

Masuk sisi yang ketiga adalah “Decision Commitment”

Sekarang sama-sama sudah terjebak emosi. “Yuk, kita ketemu.” Mulai janjian seminggu sekali atau tiga kali. Semua bisa diatur. Disela jam kerja. Atau kalau terpaksa, boong ada lembur di kantor. Emosi gencar mendorong. Karena rasanya enak dan menyenangkan. 

Membawa kegairahan baru dalam hidup yang jenuh ini. Pelan-pelan Decision/Commitment-nya sudah pindah. Ga bilang-bilang lagi. Bahkan, tekad bulat menikah dengan si dia yang awalnya cuma ngobrol-ngobrol saja. Katon KLA bilang Tidak Bisa Pindah Ke Lain Hati. Itu hanya sebuah lagu. Faktanya, LOVE gampang hijrah! 

Intimacy dengan orang lain sungguh terlarang, namanya sudah berselingkuh! Jagalah hati Anda dengan seksama. Kendati merasa cocok dengan seseorang, jika ia lawan jenis, apalagi cantik menarik, jagalah sikap. Jangan asal maen tepak-tepok, pegang sana pegang sini. Guyon ini itu sampai tertawa cekikikan. Hati-hati! Terlebih, kita harus jaga tidak boleh menceritakan masalah-masalah yang internal. Curhat is Verboden!  

Sekali lagi, perselingkuhan mulainya dari hal yang baik. Cuma ngobrol. Cuma curhat. Sebab itu, saya mengusung Motto: “My Wife, My Best Friend. My Husband, My Best Friend”! Mari kita teriakkan sekeras-kerasnya! Hip Hip Hura!!! Demi menghindari romansa terlarang. Romance suami isteri wajib disiram, dipupuk dan dipelihara dengan serius. Peganglah Motto ini erat-erat, niscaya pernikahan Anda aman terkendali.

Bahkan firman Tuhanpun menegaskan untuk Live Joyfully With Your Wife.  Nikmatilah hidup dengan isteri yang kaukasihi seumur hidupmu yang sia-sia, yang dikaruniakan TUHAN kepadamu di bawah matahari, karena itulah bahagianmu dalam hidup dan dalam usaha yang engkau lakukan dengan jerih payah di bawah matahari. 

Kalau direnungkan, sangatlah indah. Tuhan mengafirmasi pernikahan monogami. Nikmatilah hidup dengan isteri. Hanya satu isteri bukan banyak. Kau kasihi seumur hidupmu artinya selama-lamanya SATU. Bukan kawin-cerai nikah-pisah putus-sambung. Bahkan di tengah hidup yang dapat berakhir (sia-sia), kita merayakan hubungan yang intim dengan pasangan sendiri. 

Inilah kenikmatan hidup. Merupakan anugrah Tuhan yang tak terhingga. Sayangnya, banyak sekali orang tidak cakap menikmati. Tidak menikmati isterinya. Tidak menikmati suaminya. Bahkan tidak menikmati keluarganya. Akhirnya hidup terasa kosong melompong! Padahal Tuhan sudah memberikan pasangan buat kita. Kenapa dibiarin?

Friend: Free: Bebas

Demikian juga kamu, hai suami-suami, hiduplah bijaksana dengan isterimu, sebagai kaum yang lebih lemah! Hormatilah mereka sebagai teman pewaris dari kasih karunia, yaitu kehidupan, supaya doamu jangan terhalang. 

Ada perintah untuk hidup bijaksana dengan isteri sebagai kaum yang lebih lemah. Lalu juga ada kata teman pewaris. Apa arti teman? Friend.  

Akar kata Friend adalah F R E E  (B E B A S). Lawan katanya Slave (Budak). 

Ketika suami isteri menikah, mereka berdua diikat seumur hidup. Sejatinya, habis diikat malah bebas! Sebebas-bebasnya bersama orang yang kita kasihi. Bebas dalam banyak hal, terkecuali bebas berbuat dosa. Itu dilarang! Tuhan sudah memberikan penebusan, jangan kita menggunakan hidup ini untuk bebas berbuat dosa. 

Persisnya bebas apa saja? 

(1) Bebas menjadi diri kita sendiri. Kalau kita keluar rumah, sering kali memakai topeng. Sulit menunjukkan keaslian. So pasti kita harus tampil sopan dan santun. Lagi banyak masalah juga, kalau ditanya, ”Halo apa kabar?” Jawabnya, ”Baik, Baik!”  Mana pernah jelek?

Supaya dipuji orang. Harus JAga IMage (JAIM) tepatnya. Tapi kalau di rumah, kita bebas menjadi diri apa adanya. 

(2) Bebas merayakan Romance in Marriage. Bebas menikmati hubungan seks dengan suami / isteri kita. Di luar pernikahan jangan sekali-sekali berani berhubungan seks, Tuhan mengutuk! Dia tidak memberkati hal itu. Tetapi di dalam pernikahan, Tuhan ingin kita merayakan hubungan seks semeriah-meriahnya. Bebas dengan syarat harus saling menikmati dan menghormati.

(3) Bebas bicarakan apa saja. Tapi bukan seenaknya. Kalau bicara sama orang lain, baru ngomong sedikit sudah dihakimi. “Kenapa ngomong begitu? Kamu kan orang beriman, jangan seperti itu ah.” Kita dikritik, sampai jadi anyep. Besok-besok kita diam seribu bahasa, pegang kuat kata-kata mutiara Silence is golden. Buat apa ngomong kalau cuma dihakimi? Sorry yeee.

Kalau akrab dengan pasangan, kita bebas bicarakan apa saja. Topik apapun tidak ada yang larang. Semuanya okey. Komunikasinya juga enak dan santai.  Sampaikan saja apa yang ada dalam pikiran Anda. Yang aneh plus nyeleneh juga ga papa. Toh saling telanjang. Buebas! Tidak takut dihakimi. 

Kita diterima sebagai manusia apa adanya. Persis seperti relasi kita dengan Tuhan. Toh Tuhan demikian pula. Dalam berhubungan dengan-Nya pun, kita bebas menjadi diri kita. Tuhan langsung melihat isi hati. Kita telanjang. Karena itu, Tuhan mau dalam pernikahan, ada kebebasan. 

Simpanlah semua topeng di gudang. Bayangkan, suami isteri kalau di rumah masih bertopeng. Pasti kaku hubungannya, malah tidak saling kenal. Apalagi kalau tipuannya banyak. 

Slave in Marriage

Lawan bebas adalah budak. 

Masa gara-gara menikah malah diperbudak. Budak tanggung jawab, budak pasangan, budak anak-anak beserta budak-budak lainnya. 

Perasaan diperbudak muncul dalam gerutuan, ”Aku mesti kerjakan ini, wajib lakukan itu.” Isteri berpikir, ”Kalau dia pulang, aku harus layani dia. Permintaan ga habis-habis, dari buatin makanan, ambilin koran, pesenin martabak dan seterus dan seterusnya.” Dalam hati mulai ngedumel. 

Suami lain lagi,”Ah, saya mesti cari duit untuk isteri, kalau tidak gimana? Semua bergantung saya. Kalau ga kerja ga bisa bayar uang sekolah, cicilan rumah, mobil. Semua mesti dibayar!” 

Saya pernah melihat seorang anak dari ujung kaki sampai kepala, semuanya bermerek. Ayah ibunya setengah mati mengusahakan itu semua. Akhirnya, dalam kehidupan tidak ada waktu lagi untuk mereka berdua. Perasaan diperbudak begitu menekan. Pernikahan yang indah seyogyanya untuk membebaskan diri, malah mengikat mereka. 

Mari kita mundur sedikit. Ada beberapa sebab yang membawa anak muda memasuki pernikahan. Coba diingat-ingat… Mengapa kita memilih si dia? Karena cocok? Betul. Ada perasaan saling membutuhkan. Tepat. Karena romantic love yang bergejolak. Benar! Kangen-kangenan, gairah cinta yang membuat ingin berdekatan terus. Pas bersama-sama rasa tenang, begitu pisah rasa gelisah, kosong dan nelangsa. 

Emosi seperti ini kerap membawa muda-mudi menerobos pintu pernikahan. Seperti dapat durian runtuh. Menggali kesenangan bersama-sama. Cari makanan baru menjelajah semua resto. Nonton, sama-sama movie maniak, mulai dari film India sampai film Horror, dari satu bioskop ke bioskop lain. Namanya juga 21, sebanyak itulah layar yang dapat ditatap. Main game, dan berbagai kesenangan yang tiada habisnya untuk direguk bersama. Jelaslah, pacaran itu seperti tinggal di awan, belum membumi.

Tapi, kenapa pasangan muda yang pacaran dengan antusias, namun begitu menikah perasaan romantisnya gone with the wind?

Ada yang namanya Mr. Tanggung Jawab. Dia belum hadir saat pacaran. Seperti sudah dijelaskan sebelumnya, masih tinggal di awan. Masih Ha-Ha-Hi-Hi. Setelah senang-senang, pulang masing-masing ke rumah. 

Memasuki pernikahan, ada tanggung jawab yang Tuhan taruh di pundak kita. Di bab pertama telah kita bahas, Suami sebagai Kepala. Itulah tanggung jawabnya. Isteri sebagai Penolong, merupakan satu beban juga. Sebenarnya, tanggung jawab yang diberikan Tuhan itu mulia dan enak. “Bukankah kuk yang kupasang itu ringan,” demikian Tuhan Yesus menjelaskan.

Namun setelah menikah, tidak lama kemudian hadir anak-anak. Isteri akhirnya merasa lebih bertanggung jawab pada anak-anak. Sementara suami bertanggung jawab untuk kelangsungan kehidupan. Kepala keluarga bekerja keras menopang hidup keluarga. Berusaha membahagiakan mereka. 

Ada satu riset yang harus kita perhatikan khususnya tentang tanggung jawab terhadap anak-anak. Seorang bernama Jay Belski Ph.D, memimpin  proyek riset kepada 200 pasangan suami istri bersama National Institute of Child and Human Development (1982). Dibahasakan kira-kira Instansi Nasional Bagi Kesehatan Anak dan Perkembangannya. 

Hasil risetnya mengejutkan. Menunjukkan 90% ayah dan ibu mengalami kebodohan tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi dengan pernikahan sejak kelahiran bayi pertama. Muncul dimensi-dimensi unknown. 

Saya juga pernah didatangi si Unknown ini. Seperti apa sosoknya?

1. Perasaan tidak dibekali. 

Ketika putra pertama kami Jostein lahir. Saya mengubek-ubek toko buku guna mengetahui apa sih yang akan terjadi. Kenapa kok saya rasanya jadi ayah yang bodoh? Enggak tahu apa-apa. Liana juga begitu. Seolah-olah tiap hari ada hal yang baru. Dan yang terjadi itu seringkali tidak dapat diantisipasi. No way out!

2. Muncul aslinya.

Kok saya jadi begini? Jadi orang gampang marah-marah. Suka menyalahkan. Tanduk dan taring mulai bermunculan satu persatu. Bikin pasangan jadi senewen. Bukannya bantu malah bikin susah! 

3. Hubungan seks berkurang, bahkan gone sama sekali.

Sebelum ada anak, mungkin seminggu bisa dua atau tiga kali. Senang melakukan hubungan seks guna merayakan romance. Setelah anak Tuhan berikan, malah gairah isteri menguap. Suami sama-sama. Dulu tidur plong sampai pagi. Sekarang kebangun-bangun, suntuk sekali. Hubungan seks menjadi berkurang, bahkan  hilang.

4. Malas bicara dan susah ngobrol.

Misalnya, suami sudah antusias ketika pulang kantor. Banyak yang ingin diceritakan pada isterinya. Setiba di rumah, isterinya ditemukan sendu dan muram. Keinginan bercerita pun lenyap ditelan bumi.

5. Kehidupan pernikahan kok begini. 

Setelah anak lahir. Dulu rasanya indah, tapi sekarang kok kayak gini? Menyesal. Jadi tertekan, tidak sebebas dulu lagi. Dulu mau melakukan apa saja bisa, sekarang harus mikir-mikir 100 kali.

6. Apakah masa ini akan begini terus? Atau akan hilang?

“Aduh… Udah deh… Pengen cepat-cepat selesai.” Bahkan pasangan yang subur di tahun kedua langsung lahir anak pertama, tahun ketiga lanjut lahir anak kedua. Tercengang-cengang kita dibuatnya, karena  pada tahun keempat muncul anak ke tiga! Ruar biasa. Kayaknya sudah tidak ada tempat bagi romance kalau anak datang setiap musim. Bayi yang baru lahir jelas menguras energi yang sangat banyak. Energinya lahir batin. 

Kalau anak sudah agak besar suami isteri bisa romance kembali. Tapi ketika masih bayi sukar sekali. Bukan cuma saya, seluruh suami isteri di bawah kolong langit saat bayi pertama hadir mengalami over tired, over stress dan over work. Bayi sangat lucu dan memberikan kegirangan, tapi keintiman suami isteri jadi terasa kurang. 

Baby is Sweet Burden. Manis tapi beban. Beban juga manis. Kehadiran bayi kita harapkan. Sangat bersukacita dengan kehadirannya. Melihat bayi, hati kita seperti meloncat-loncat dan menari-nari, tapi tidak dapat dipungkiri setelah itu memang cape sekali.

Di masa bayi pertama lahir, banyak ayah baru merasa tidak dipedulikan. Sang ibu sekarang sedang tergila-gila pada si bayi kecil. Jelas sang suami kalah gilanya. 

Di sisi lain, banyak ibu baru juga merasa sedih, terisolasi, jenuh, cape mengurus bayi plus merasa tidak dimengerti dan dihargai suaminya. Istilahnya “Baby Blue”. Suami yang seharusnya involve lebih dalam membantu isteri, malah mencari kepuasan batin sendiri. Ha-Ha-Hi-Hi dengan teman. So, ketika suami isteri bertemu, tidak ada lagi tawa renyah, guyonan lucu, apa lagi rekreasi bersama. 

Saat bertemu yang tersisa hanya keletihan dan kelesuan bersama. Sudah tidak enak. Antusiasme lenyap. Tidak lagi Jreng seperti dulu. Energi habis dimakan tanggung jawab. Pokoknya cape.

Kalau sudah begini bagaimana?

5. Tiga Bentuk Family System

Mari dicegah, supaya romance tetap hidup dan tidak dikebumikan. Kita perlu mengenal tiga bentuk Family System

Sebelum membahas bentuknya, saya ingin memberikan gambaran singkat sosok Family System. Ini adalah kebiasaan ataupun pola-pola yang sering terjadi di dalam rumah tangga tersebut. Saking sudah biasa, akhirnya menjadi sistem. Kalau sudah terbentuk sistem, maka sulit diubah. Perubahan bahkan bisa mendatangkan kolapsnya kehidupan.

Now, mari kita telusuri satu demi satu, Family System-nya:

Emotional Incest

Anak menjadi pengganti suami. Isteri yang tidak bahagia lari memperhatikan anak. Anak dijadikan teman sharing, dan protektor ibunya. Jelas, ujung-ujungnya anak stressful, tidak tahan dan rebellious (baca: berontak). Anak menjadi pengganti suami. Isteri dan anak ada dalam lingkaran tersebut. Lingkaran ini menandai siapa yang berkuasa dan berperan di dalam rumah itu. 

Saya pernah bertemu seorang ayah. Ia menikah sudah belasan tahun. Anaknya saja sudah remaja. Dia sosok pekerja keras. Di dalam hatinya, saya lihat ia sangat mengasihi keluarga. 

Sesuatu menyedihkan hatinya. Sering kali ketika pulang ke rumah. Anak dan isterinya sedang makan bersama, berdua saja. Sebelum datang, mereka ngobrol enak sekali. Namun begitu dia duduk di meja makan, percakapan hilang. Kehadirannya tidak disukai, tepatnya tidak diinginkan. Akhirnya dia jengah sendiri. 

Jelas, isteri dan anaknya tidak nyaman dengan kehadirannya. Stigma negatif tidak terjadi dalam semalam, penyebabnya pasti sudah bertahun-tahun lalu. Sejak anak ini masih bayi, isterinya sudah terbiasa melampiaskan kebutuhan emosi, mencurahkan emosi kepada anak tersebut. 

Kenapa isteri lari ke anak? Mungkin saat itu suami jarang di rumah. Atau siapa tahu ada di rumah, tapi tidak terlibat membagi perasaan. Dituntut tanggung jawab guna kelangsungan hidup keluarga, pulang selalu cape, langsung tidur di kamar tamu, tidak mau diganggu. 

Akhirnya isteri dan anak makin terlibat secara emosi. Sejak anaknya mulai bisa bicara, anak itulah teman sharing satu-satunya. Bagaimana kalau anaknya banyak? Oh Sang Ibu akan memilih salah satu anak yang paling peduli. 

Suami yang tidak berperan dalam rumah, membuat anak pelan-pelan bertumbuh sebagai protektor ibunya. Anak kelihatan gagah, tapi dalamnya stressful. Anak mungkin dicekoki macam-macam hal negatif soal ayahnya. Kok negatif?  Ayah memang sudah tidak berperan, jadi ada-ada saja hal buruk yang bisa diceritakan. 

Ibunya sharing, ”Ah, ayahmu mah begini…begitu….!” Yang buruk-buruk semua. Akhirnya anak semakin terpisah secara emosi dari ayahnya. Jadi sebel bahkan benci. Lama-lama, dia tidak tahan dan menjadi pemberontak.

Akhirnya, bukan My Spouse, My Best Friend tapi My Child, My Best Friend. Kejadian ini terjadi di banyak keluarga. Hati-hati! Namanya anak, ya izinkanlah dia tetap menjadi anak-anak yang tidak berkewajiban menanggung beban orang dewasa!

Itulah yang disebut Emotional Incest.

Child Center / Child Worshiper

Anak-anak yang menjadi Center (baca: Penguasa) di dalam keluarga. Lihat! Anak-anak memiliki lingkarannya sendiri. Sementara, suami isteri berada di luar. Artinya orang tua hidupnya dikendalikan anak. Kendati suami isteri bersama, tetapi berada di luar lingkaran. 

Yang utama dalam keluarga jelas si Kecil. Relasi suami isteri tidak mendapat perhatian. Bahkan pernikahan ada hanyalah demi anak-anak. Kalau mereka dewasa tidak heran pernikahannya bubar jalan. Suami kerja banting tulang untuk anak. Isteri akhirnya juga berkarir, ingin membahagiakan anak. 

Bekerja berdua cari uang bagi anak-anak. Suami isteri tidak menikmati hubungan mereka. Apa saja untuk anak. Kasarnya, Boss di rumah ya si Cilik-Cilik itu. Pernikahan tidak pernah mereka nikmati lagi. Jelas, berbahaya sekali! Saya menemukan seorang Majelis Gereja yang anak-anaknya dewasa dan menikah, seketika itu juga bercerai! 

Ketika masa Empty Nest (baca: Anak-anak dewasa dan keluar rumah). Sistem terganggu, karena pengikat pernikahan suami isteri selama ini adalah anak-anak. Kenapa tetap bersama-sama sekian tahun?  Anak-anaklah Aica Aibon-nya pernikahan. 

Setelah anak pergi, sudah tidak tersisa topik pembicaraan. Ngobrol berdua Heart to Heart memang tidak pernah lagi, sudah tidak ada yang digumulkan bersama. Dingin. Akhirnya, dengan berat hati memutuskan berpisah. Sebisa-bisanya, kita harus menghindari Family System yang kedua ini.

Husband and Wife Center

Yang ketigalah kerinduan kita. Ini sebuah Family System yang paling baik. Menopang romance luar dalam atas bawah.

Dalam sistem ini, harus membiasakan Pusat dalam keluarga adalah Suami Isteri, bukan anak-anak. Suami isteri ada di dalam lingkaran, anak-anak diluarnya, tapi masih di dalam kotak keluarga. 

Kenapa suami isteri yang jadi center? Karena saya yakin, pernikahan adalah PERMANEN, seumur hidup. Sedangkan menjadi orang tua adalah TEMPORER. Sementara. Ada waktunya. 

Menurut pengamatan psikologi, anak mau dekat orang tuanya sebentar sekali. Cuma 12 tahun! Sesudah itu, dia sudah tidak mau dengar-dengaran orang tuanya lagi. Hanya 12 tahun saja kita dapat menanamkan moral dan hati nurani, tahu mana yang salah mana yang benar. 

Kalau anak usia 12,  baru mau dekat dengan anak, jelas sudah ketinggalan kereta. Anak sudah hilang, walaupun masih di rumah. 

Persisnya, anak tidak boleh jadi pengikat dalam pernikahan. Pengikat pernikahan adalah hubungan suami isteri itu sendiri. Suami isteri tanpa anak sudah lengkap. Anak adalah bonusnya pernikahan. Jika suami isteri menjadi center barulah romance muncul dan berkembang subur.

Keuntungan Husband and Wife Center

Beberapa poin penekanan Husband and Wife Center :

  1. Partnership lebih penting daripada parenthood. 

Kita harus memperlakukan pasangan lebih daripada anak. Maksudnya dalam segala waktu, emosi, dan kesempatan mesti memberi pasangan lebih utama daripada waktu yang kita berikan buat anak. 

Pasangan menjadi prioritas utama. Kalau anak lagi butuh ibunya bagaimana? Katakan, suami minta dibuatkan kopi, mau ngobrol. Sementara anak menangis jejeritan di kamar minta digantikan popok. Jelas suami harus mengalah. Itu namanya suami normal. 

Ketika anak sudah lebih besar, bisa diberitahu. Sering kali kami berdua berbicara hal-hal penting dan membutuhkan pemikiran. Tahu-tahu putra kami Jostein (usianya 7 tahun) datang ikut nimbrung. Minta perhatian. Kami tegaskan padanya,”Jostein, papa mama lagi ngomong, kamu ada gilirannya nanti.” 

Tetap orang tua memperhatikan kebutuhan anak berbicara. Setelah kami selesai, baru anak-anak dipersilahkan. Anak belajar “Wah, papa mentreat mama lebih prioritas ya. Tapi Aku juga ada bagian kok, nanti.” 

Bagi anak juga enak, karena ia melihat papa mamanya dekat. Di sisi lain dia tidak merasa dicuekin, tetapi ada waktunya. Kita harus menentukan bahwa pasangan adalah prioritas utama dari curahan perhatian dan cinta kasih, baru kemudian anak-anak. Mereka tidak diabaikan, tetapi ada gilirannya. 

Perlahan-lahan, anak paham Pusat di rumah ini ternyata Ayah Ibunya, bukan dia.

2. Temukan kepuasan emosi dari pasangan. Jangan sekali-kali menggali kepuasan emosi dari anak-anak. Menjadikan anak-anak seperti mainannya kita. Dicium-cium, dipeluk terus. Ciptakan lebih banyak waktu untuk suami isteri berdua.

Susah-susah gampang. Kebanyakan isteri, terikat anak sedemikian kuat. Ketika suami ajak pergi berduaan, dia malah berkata,”Nggak mau! Anak-anak mesti ikut. Kasian dong mereka masa ditinggal.” Gilirannya suami terikat anak, setiap pergi pasti bawa anak. Tidak pernah berduaan lagi.

Harusnya coba dibuat, kita selalu punya sistem penopang kehidupan. Mungkin ada papa mama, sekali-kali titip anak pada mereka. Supaya suami isteri ENJOY berdua. Penting sekali supaya romance tetap jaya. 

Jangan biarkan diri Anda menjadi budak kebutuhan anak-anak. Secara sadar atau tidak sadar, biasanya begitu. 

3.   Pernikahan menjadi contoh Partnership dan Parentship bagi anak-anak

Coba kita pikir-pikir. Mengapa sekarang banyak anak muda takut menikah? Karena role model yang mereka lihat itu buruk-buruk semua. Mereka tidak lagi mempunyai kekuatan, suatu inisiator atau motivator dalam diri untuk mencari pasangan hidup. Apa lagi tren sekarang, cerai is okey

Dalam pernikahan, kita harus menjadikan diri kita sebagai Role Model (teladan) Partnership dan Parentship bagi anak-anak kita. Sederhananya, kalau anak-anak mencontoh pernikahan, kira-kira pernikahan siapa? Apa pernikahan tetangganya? Atau pernikahan para artis? Gaswat, nanti kawin cerai lagi! 

Contoh satu-satunya membina hubungan dan membentuk keluarga, Seharusnya dari orang tuanya. Itu sebabnya Husband and Wife Center menjadi keniscayaan. Tidak boleh ditawar-tawar! 

Anak mengambil teladan pernikahan masa depannya dari ayah ibu sendiri. Kualitas pernikahan anak di masa depan, ternyata ditentukan juga oleh kekuatan dan kualitas pernikahan orang tuanya. 

Jika orang tua memberi contoh buruk, itulah yang ditiru dalam pernikahan mereka. Ibarat buah jatuh dekat pohonnya. Kenapa seorang pria menikah, biasa meng-abuse isterinya? Rupanya dulu, dia sering melihat papanya begitu kepada mamanya. Bagi dia, sah-sah saja  memukul isteri. 

Di sisi lain, kalau hari ini dia melihat bagaimana ayah ibunya memelihara cinta kasih yang sedemikian erat, sedemikian intim. Tanpa sadar, dia pun akan terdorong, karena jelas contoh hidupnya. Tepatlah, kualitas pernikahan anak di masa depan, dipengaruhi kekuatan dan kualitas pernikahan orang tua. Seperti pepatah bilang: Guru kencing berdiri, murid kencing berlari. 100km/jam. 

Kalau orang tua bercerai, anak mungkin berpikir, cerai itu tidak apa-apa. Apalagi sang ibu kelihatan tegar dan tidak pernah susah hati. Jelas Sang Ibu menutupinya dengan sempurna! Akhirnya, sang anak cakap mengulang sejarah yang dibuat orang tuanya. 

4. Jauh lebih penting bagi anak untuk melihat orang tua saling mengasihi, daripada ia merasa orang tua mengasihinya, tetapi sering bertengkar. Anak merasa lebih aman, jika melihat papa mama saling sayang. 

Daripada anak disayang mamanya luar biasa, tetapi sehari-hari, sering ribut sama papanya. Membuat ia merasa ketakutan. Terpikir, ”Kalau berantemnya kayak gitu terus, tinggal tunggu pisah aja nih. Kapan ya orang tua saya bercerai?” “Kapan aku ditinggalin?” 

Ada seorang anak, di mana ayah ibunya baru saja bertengkar. Besar sekali. Malam harinya waktu anak itu mau tidur, bertanya,”Papa tidak akan bercerai kan?” Papanya menjawab,”Oh, tidak. Papa sayang mama. Tadi memang kami baru ribut, karena ada ketidakcocokan, tapi papa sayang mama kok. Lagian sudah beres tadi.” 

Apalagi besoknya papa mama nempel lagi kayak perangko.

Yang paling menakutkan anak waktu orang tua bertengkar:

  1. Caranya bertengkar. Bertengkar yang mengerikan ada dua kategori: Memakai bahasa makian yang kasar dan menggunakan anggota tubuh yang lain, selain mulut. 
  2. Apakah orangtuanya akan kembali berbaikan? Setelah ribut, apa yang akan terjadi?

Nah, jauh lebih penting. Anak merasa tenang,  aman, dan ada sekuritas yang besar. Anak merasa ketakutan, jika harus memilih, ”Mau ikut papa atau mama?” Padahal anak sayang keduanya. Tuhan juga mau dua-duanya ada. Tuhan merancang anak dapat tumbuh dengan kemaskulinan ayahnya dan kefeminitasan ibunya. Sehingga seimbang lengkap dalam dirinya. 

4. Terakhir, orang tua yang saling mengasihi menimbulkan rasa aman, yang akan menjadi modal untuk kehidupan anak selanjutnya. Kalau orang tua suka bertengkar anak pasti merasa insecure (tidak aman). Perasaan ini bahkan terbawa sampai dia besar. Hasilnya, ia merasa tidak tenteram, gelisah terus, perasaannya terombang-ambing. Seseorang yang insecure mana bisa mengembangkan talentanya? Mana bisa memaksimalkan hidupnya? Mana bisa membahagiakan dirinya?  

Persisnya, My Spouse My Best Friend berfaedah sampai JAUH ke masa depan. Hingga berpuluh-puluh tahun kemudian. Akhirnya, kita melihat anak-anak cakap membina hubungan yang indah dengan kekasihnya. Kita telah memberi modal, menjadi contoh bahwa dalam hubungan pernikahan yang diberkati Tuhan, suami isterilah yang menjadi center. Menjadi warisan yang tak ternilai bagi anak cucu kita nanti. 

Ketika dia melihat papa mamanya baik dan saling mencintai, ia pun punya standarnya sendiri. Akan mencari pasangan yang baik dan cakap mencintai juga. Kalau ia melihat papa mamanya saling membenci, saling memukul, saling menyakiti, jangan salahkan dia jika takut menikah, atau mencari pasangan mirip ayah ibunya. (Mirip buruknya). 

Kutipan dari Paul Tornier, ”Merupakan pengalaman yang agung, jika ada suami dan isteri yang intim. Ini merupakan kenikmatan hidup yang tidak dapat dialami siapapun, kecuali suami isteri.”

Pengalaman yang agung. Merupakan refleksi cinta kasih Kristus bagi Jemaat. Kita belajar mengasihi seperti kasih Kristus dari hubungan kita sebagai suami isteri. Mencintai apa adanya, walaupun dia berbuat salah, harus tetap mengasihi dengan tulus ikhlas.

Mari mengarahkan sistem keluarga Anda kepada Husband and Wife Center, niscaya faedahnya terasa tujuh turunan. Maukan?

Selamat Merayakan Romance in Marriage!  Bravo!

Post Author: admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *