Site Loader
D'Botanica (BTC) Mall. P01/01. Pasteur, Bandung.

Untuk membaca bagian 1, silakan klik disini.
Untuk membaca bagian 2, silakan klik disini.

4. Mengakui bahwa kita juga berbagian dalam membuat kesalahan.
“Hai orang munafik, keluarkanlah dahulu balok dari matamu, maka engkau akan melihat dengan jelas untuk mengeluarkan selumbar itu dari mata saudaramu.” Mat. 7:5

Mari sadari, dalam ikatan pernikahan, kesalahan tidak mungkin dibuat hanya satu pihak. Segala sesuatu yang terjadi, pasti ada bagian kita di dalamnya. Berinisiatiflah meminta maaf, kenapa? Mungkin Anda tidak salah, tapi saat meresponi konflik tersebut bisa jadi sudah membuat pasangan terluka & marah.

Jangan terus-menerus tangan menunjuk pasangan. Bila saat ini dia sedang kecewa, marah, sedih, dan putus asa. Percayalah pasti gara-gara kita juga dia begitu. Mungkin kita tidak merasa bersalah. Opini pribadi menyatakan begitu. Tapi yang jelas, karena satu dan lain hal, kitalah yang menyebabkan hatinya terluka. Mungkin waktu membela diri, kata-kata Anda terdengar kasar dan melukai hati. Sekali lagi, mintalah maaf untuk itu.

Saat dengan rendah hati mau mengakui kesalahan, heran sekali kemarahan pasangan tiba-tiba reda. Pengakuan yang genuine sangat berkuasa untuk meredakan kemarahan.

5. Bicaralah dengan lemah lembut.
“Usirlah si pencemooh, maka lenyaplah pertengkaran, dan akan berhentilah perbantahan dan cemooh.” Amsal 22:10

Jika pasangan Anda suka mencemooh, bukan berarti Anda mengusirnya. Maksudnya, usirlah kebiasaan mencemooh. Buanglah kebiasaan berkata-kata kasar, dan berbicaralah dengan lemah lembut.

Di step ini, bicarakan pemasalahannya (Open Conflict). Bicara dengan lemah lembut. Tidak mencemooh atau membantah. Perhatikan perasaannya. Bijaksanalah berkata-kata.

Masuk dalam step terakhir, harus ready (bersiap diri). Open conflict tanpa persiapan namanya cari masalah! Bisa-bisa konflik makin menggurita.

Open Conflict Siap vs Tidak Siap

Open Conflict yang tidak siap. Diawali sang suami yang ingin membereskan masalah kemarin hari.

Suami (S): Istriku, kok kemarin marah-marah gitu?
Istri (I): Iya, kamu sih nyebelin!
S: Sebel kenapa?
N: Udah pulang telat, enggak bilang-bilang. Aku kuatir tahu!
S: Gitu aja kuatir! Kalo kuatir ya kuatir aja. Jangan marah-marah dong!
I: Emangnya kenapa enggak boleh marah?
S: Aku kan kerja! Pulang telat juga tidak kemana-mana. Kerja tahu!!! Pulang udah cape, dimarah-marahin lagi. Emangnya enak?!!
I: Eh…Tambah ngomong, kok tambah nyebelin!!?? Cari ribut ya…!??

Open Conflict yang siap:

S: Istriku, kenapa siih kemarin kok marah-marah?
I: Iya, kamu sih nyebelin!
S: Oh, Sebel kenapa?
I: Udah pulang telat, enggak bilang-bilang, aku kuatir tahu!
S: Oh, maafin ya…! Lain kali aku pasti bilangin deh. Sambil mengelus tangan isteri.
I: Janji ya.
S: Iya…

Akhirnya, berpelukan sambil sama-sama nyengir.

Ingat-Ingat… “Kita harus fokus pada relasi dan bukan pada masalah itu sendiri.”

Masalah selalu ada, tapi relasi yang baik selalu dapat menyelesaikan masalah.

Mari kita hadapi konflik dengan dewasa!

Pdt. Chang Khui Fa
Passionate Marriage Mentor

Post Author: admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *